Pages

Thursday, July 30, 2009

Melihat warna-warni dunia dari sebelah mata..

Sedikit inspirasi mengalir saat jalan hari ini barengan anak2 pendidikan. Perjalanan ke Pejaten Village memakan waktu yang cukup lama, proses dengan waktu yang cukup buat gw untuk mengamati dan (lagi) mengkritisi dunia luar, people under societies norm. Susah untuk dijabarkan secara rinci bagaimana mengucap kata yang baru untuk kondisi ini. Kondisi ini berulang kali telah terucap, dan tertulis oleh banyak orang atas tata dan sistem masyaralta beserta elemen pelengkapnya. Selalu seperti elemen matematis, menggambarkan hubunga lurus antarav perilaku manusia dan elemennya. Saat seseorang baik, maka apa yang ia dapat (elemen) nya pun baik, begitu sebaliknya. Tak ada pengecualian disni, benar adanya, Indonesia selalu begini dan begitu,dimana-mana ada kekacauan, ada saja yang salah atas elemen penyokong kehidupan. Susah untuk dijabarkan memang, namun apa yang telah dilalui selama 64 tahun merdeka serasa omong kosonyg. Kita berjalan di tempat, melihat tiang yang sama dan tidak berusaha mencapainya, karena merasa puas akan hal yang baru, tidak ada hasrat beralih ke depan, tantangan baru.



Hidup di Indonesia memang sarat akan janji kemewahan, apakah itu nyata atau hanya kebohongan. Hidup disini bagai pelangi, indah terlihat tanpa tahu proses apa yang mengawali terjadinya. Badai, petir dan diakhiri oleh pelangi yang indah. Hidup susah, malang melintang, kerja keras, dan baru dapat kita rasakan hasilnya. Seperti itulah, hidup di metropolitan di Indonesia. Namun, seperti gambler bilang get no win, if you dont dare to bet much. Seperti itulah realita yang terjadi di Jakarta, bertaruh banyak hal, uang , harta, martabat, harga diri, semua hanya demi kepuasan sekuler, tidak lebih. Banyak yang mengkritik, namun tidak lebih munafik dari mereka yang berbuat hina. Bagaimana tidak, banyak orang yang mengkritik akan degradasi moral bangsa Indonesia, mengkritik rezim narkoba yang merebak, mengkritik akan praktek korupsi. Seharusnya kritik ini menjadi nilai positif, namun perilaku dan pribadi mereka tiap hari mencerminkan energi negatif yang membalikkan dan menunjukkan kemunafikan mereka, meski terjadi secara terelubung. Contohnya adalah merokok, mengkritik degradasi moral, tapi kita masih tetap merokok, lah siapa yang mengajarkan ajaran buruk tersebut kalau bukan perokok salah satunya.
Yah, persoalan hidup di kota besar memang selalu menimbulkan berbagai macam opini dari masyarakat. Ada yang biasa-biasa saja, ada yang mengecam ada juga yang apatis, dengan berbagai macam alasan. Sebut saja, Jovi seorang mahasiswa di salah satu PTN di Jakarta, menuturkan hidup di Jakarta adalah berkah tersendiri, hidup mewah, spot yang enak banyak, dan life-style yang maju membuat hidup di Jakarta serasa surga dunia. Lain lagi opini Azib, mahasiswa PTS Islam di Jakarta, yang menyatakn hidup di Jakarta itu serasa berjalan di jurang, penuh kehatian-hatian, menjerumuskan orang-orang yang tidak waspada dalam menjalani kehidupan. " Saya was-was juga mas, melihat lika-liku kota Jakarta, maksiat dan kejahatan subur sekali di kota ini. Namun, apadaya demi pemenuhan kebutuhan hidup juga, intinya hati-hati dalam berperilaku saja.".
Opini yang sangat kontras, mengenai suasana hidup di Jakarta. Memang tidak mudah untuk menilai kenikmatan hidup, berbagai macam variabel penilaian, dan tolak ukur, menjadikan penilaian dapat ditinjau dari beragam sisi. Namun, dari opini penulis sendiri melihat bahwa hidup di Jakarta sangat dinamis dan fluktuatif. Dalam singkat orang bisa menjadi kaya, ataupun sebaliknya. Jakarta memberikan kepuasan dan fasilitas ekstra bagi individu yang bertekad dan berjuang kuat dalam hidupnya, namun dapat juga menjadi jalan menuju kemelaratan bila tidak waspada dalam menentukan langkah. Tidak ada teori yang secara pasti membahas dinamika sosial di Jakarta, kehidupan ini dinamis, bergantung pada bagaimana kita menjalani dan tahu akan hal yang benar untuk dilakukan. Selalu mematuhi norma dan nilai luhur, dan waspada akan sekularitas hidup menjadi keharusan dalam menjalani hidup di kota Jakarta, surga sekaligus neraka bagi masyarakat Indonesia.
- Write based on Jakarta Undercover-