Pages

Saturday, July 31, 2010

My Aspirations : Audacity of Hope

"Bermimpilah, berusaha dan berdolah maka Tuhanmu akan memeluk mimpi-mimpimu"
Anonymous

Hmm, maybe this is the first time i post an easy-content stuffs, perhaps unimportant. I would like share my aspirations to you. You might have your own too, so why don;t you try to make one. I made one dude!*embarrassing..

Take a note is worthwhile you lead your own activities in college. List you note won't take much time. I made it in 20 minutes! Mine looks pretty ambitious, and perhaps seemed impossible to be seized, but i still keep in faith as i keep striving. Obama made it, De Silva made it, Kaka made it, or even my Indonesian favorite man, Mr.Goris made it. "Yes, We Can : Audacity of Hope"(Obama)

Here are my plans :

Academic Backgrounds :
S1- University of Indonesia - Management - Financial and Operation (Checked)
S2- UK Berkeley / Princeton University / MIT / Yale University / Erasmus Rotterdam University / Cambridge University / London Business School / Australian National University / at least National University of Singapore - Economics Science / Public Administration / Industrial and Financial Management
S3 - UK Berkeley / Princeton University / Erasmus University / Yale University

Career :
Highly Desired :
20- 40 Lecturer, and Researcher
40 - 55 Strive to be Governor of West Sumatra
55 - 65 Lecturer and Researcher

At Least :
20-30 Business Man in Multinational Company
30-40 Lecturer and Business Consultant
40-55 Give a best shot for remote are development

Personal Life
20 - Graduate from UI Bachelor Degree
20 - Apply for a decent job
25- Get Married (Hehehehe, she told me this is the upper age)
30 - Mastering Qur'an and Islamic History
30 - Mastering English and France / Germany / Japanese language
30-40 Prepare to Mekkah for Hajj
40 - Form a Social Service Community
50- Already achieve Professor title ( hope so)

Hobby :
Mastering guitar
Mastering photography
Traveling to at least 20 countries
Strive to read at least 12 book in a year

Logika Manusia = Logika Tuhan?

"Sungguh aku berikan kepada manusia ilmu pengetahuan agar ia mampu berpikir" "Dan sesungguhnya akal manusia Kami berikan sedikit, maka bertaqwalah kepada kamu pada Tuhanmu"

Sering sekali terbayang di benak saya tentang hal-hal yang terkait dengan Allah, Dzatnya, kekuasaannya, keajaibannya, kemurahannya, dan bagaimana seharusnya menempatkan Allah dalam ruang hidup manusia. Saya bukan seorang alim ulama, bukan seorang filusuf, bukan teolog, namun saya hanya berusaha menuangkan pikiran mengenai Tuhan dan segala atribut yang melekat atas-Nya. Allah SWT berpesan kepada nabi Muhammad SAW, perihal Ia dan Dzat-nya, Allah berfirman kepada manusia untuk tidak berpikir atas Dzat-nya dan selalu menyerukan pada manusia untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya, karena ia dekat.

Dicantumkan dalam surat Al-Ikhlas bahwa Allah tidaklah beranak dan tidak pula diperankan. Dalam logika manusia, hal ini sungguh merupakan hal yang tidak logis. Seorang Einstein-pun penasaran dengan perihal keTuhanan. Einstein selalu melakukan obesrvasi perihal Tuhan, dan ciptaannya dalam rangka sistemtis menggunakan logika manusia. Namun, sampai akhir hidupnya tidak berhasil ia temukan, dan tetap mengakhi hidupnya sebagai Yahudi-Ateis.

Seringkali filusuf berpikir mengenai eksistensi Tuhan dalam ruang kehidupannya. Ateis beranggapan bahwa Tuhan tidak pernah ada. Para kaum Ateis yang pada abad 20an banyak dipelopori oleh filusuf Rusia,salah satunya Doiteriovsky, mencoba “membunuh karakter Tuhan” dalam kehidupan manusia. Para ateis beranggapan bahwa kepercayaan pada suatu pemahaman mengakibatkan terciptanya sebuah blockade antara para penganut umat beragama, dan menghalang tercipatnya hubungan universal antara manusia.

Para penganut ateis juga berpendapat bahwa semua hal di Bumi dapat dijelaskan dengan baik, banyak hal belum bisa didefiniskan dan ditemukan, namun suatu saat pasti akan terdefinisikan. Para ateis lebih menganggap pembentukan manusia pada faktor alam (kosmos), yang pada akhirnya membentuk manusia, dan alam semesta serta isinya.

Golongan lain yang mendelegitimasi peran dan eksistensi Tuhan dalam ruang kehidupan adalah kaum sekuler. Kaum sekuler merupakan mereka yang mengakui adanya Tuhan, namun berusaha menempatkannya dalam ruang kehidupan personal, bukan untuk diperbincangkan, disebarkan ke public. Kaum sekuler pastinya golongan liberalis yang menempatkan hak individu, salah satunya memeluk agama yang ia yakini, dan tidak memaksakan agama yang ia yakini ke orang lain. Golongan ini dipelopori oleh Marx. Tujuan dari aliran sekularisme ini adalah menjembatani hubungan dan interaksi antara manusia, meleburkan perbedaan yang ada, utamanya atas benturan kepercayaan, sembari tetap menekankan pada hak tiap orang untuk meyakini apa yang ia yakini, tidak seperti kaum Ateis.

Mendefiniskan Tuhan, Mungkinkah?

Allah banyak memberikan peringatan kepada manusia dalam Al-Qur’an akan kesombongan, ketamakan, dan kemungkaran manusia atas-Nya. Pengatahuan manusia sangatlah sedikit, seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an. Dalam memahami seusatu kita berpikir dengan logika manusia, sebuah rekayasa dan pembentukan pola pikir atas hasil observasi terhadap suatu bentuk kejadian,benda, dll. Namun, seringkali kita juga menggunakan logika yang sama dalam memahami hal-hal yang berbau mistis, seperti layaknya keingintahuan tentang Tuhan.

Para filusuf sudah sejak lama mencar-car kebenaran mengenai Tuhan. Tuhan bagi mereka layaknya sebuah objek, objek yang pasti bisa dinalarkan dengan logika manusia. Bagia mereka, di dunia, semua hal bisa didefinisikan, bisa dinalarkan secara logis, namun tidak dengan Tuhan. Tuhan adalah objek yang tidak terlihat, dan keberadaannya tidak diketahui. Saya hanya mengetahui sudut pandang Tuhan dalam perspektif Islam. Dalam Al-Qu’ran, Allah SWT mendeskripsikan sifat-sifatnya, keagungan-NYA, tanpa ada sedikitpun menguak cirri-ciri fisiologis.

Koeksistensi Tuhan itulah yang sekian lama didebatkan oleh para filusuf Ateis. Mereka memandang, Tuhan tidaklah ada, Tuhan adalah sesuatu yang berada di luar logika manusia, dan tidak ada sebuah tanda yang benar-benar menunjukan keagungan-NYA. Kehampaan mereka, atas ko-eksistensi Tuhan sungguh luar biasa.

Para Ateis juga berargumentasi lebih dari sekedar kepercayaan mereka, namun mereka juga merambah kepada bagaimana agama memunculkan perpecahan manusia, ketidakadilan dan kaitannya terhadap Tuhan, dan sebagainya, Argumen para Ateis memang selalu didebatkan. Suatu sisi mereka mungin ada benarnya, hanya saja satu sisi argument mereka akan selalu dapat disanggah dengan satu pertanyaan, logiskah kita mendefinisikan Tuhan dengan logika manusia?

Kehidupan manusia tidak ubahnya permainan The Sims, kita digerakkan oleh pemain, dan melakukan apapun yang diinginkan oleh pemain. Dengan logika sangat terbatas, apa yang kita harapkan bisa ketahui mengenai Tuhan?. Kalau banyak yang beranggapan ia tidak adil, wajar, ia adalah Tuhan dan ia bisa berbuat apapun pada manusia. Namun, sebagai makhluk ciptaan hendaknya kita merenungi bahwa ciptaannya di semesta alam, terutama di Bumi Ia atur dengan sedemikian rupa. Semua manusia diciptakan sama, dan semua punya peluang yang sama untuk hidup, untul bernapas, untuk sukses, dan untuk melakukan apapun yang ia mau, hanya saja kemudian tergantung pada seberapa besar usaha yang ia lakukan.

Kesimpulannya, karena logika manusia terbatas, bersikap konservatif adalah salah satu pilihan yang rasional. Namun, sebagai pemeluk agama, kita harus bisa mendekonstruksi pemahaman agama kita, jangan hanya Islam dibawa sejak lahir, Islam KTP. Pemahaman penuh atas agama akan membantu kita untuk lebih mendekatkan diri dengan Ilahi Rabbi..

Thursday, July 8, 2010

World Cup : A Moment of Integration or Separation?

World Cup euphoria has spread all over the world. 32 teams have shown its potency to become the winner of a glorious cup ever in the football history. And it comes for Holland and Spain to fight for the last battle. Such a show that we have enjoy for about 1 month. The Gloria of WC also disseminated us in Indonesia. World Cup virus has spread all over societies, we all watched WC, no matter who you are.

Every night we spent around 2 hours to watch our beloved team play, or even to watch another teams play. This moment typified with togetherness among spectators, both in stadium or in front of TV, Moment where we and our friend team up to support a team., moment we shout aloud together when our team score a goal. World Cup really become a time we spent so much time discuss a same topic-football-. Seem true, World Cup has become a phase of integration with others.

But, at the same time, World Cup raises a sense of separation between us. As we could see in Maluku, people fought as they beloved team, Argentina lost to Germany. Their conflict started by a single mistaken, one supporter over joke other, and as the harmed supporter feel bothered because of it, they start a fight.
World Cup, directly, or indirectly has impacted on sense of togetherness. It can be easily found people team up for their team, support and keep close each other. But we could easily found people humiliate other team by provoking harmful commentaries that ended in dysfunctional conflict.

World Cup 2010 should be a moment of integration of all people around the world. Nationalism must be keep up, but remember, soccer is soccer, not more. Indeed it just a game, no need to put emotion on it. Let we support fair game, like football teams support fair play. Support our team, respect other, and support fair play.