Pages

Monday, November 7, 2011

Understanding Monte Carlo : NPV Cases

Recently, i work on Monte Carlo Simulation to predict possible outcome given certain amount of NPV, and specified amount of standard deviation. Monte Carlo simulation basically is a tool to predict specified amount of number in series of simulations given the deviation attached. This analysis is helpful to give us information the minimum and maximum outcome to our results.

In case of Net Present Value, this tool of analysis help us to estimate the possible outcome of NPV given swings in revenue. Thus, we may know the minimum and maximum NPV we may obtain given deviation that we set.

Here is tutorial video to help you learn about Monte Carlo Simulation :

http://www.youtube.com/watch?v=Q3rv3yF0bPA&feature=related

Sunday, October 30, 2011

Angry Birds Promotion

Link attached below is the video of Angry Birds promotional campaign in Barcelona, several months ago. That video told us that marketing nowaday has touch reality, bringing up real-life marketing application with creative visualization. As Jonatahan Gabay in Sould Traders (2009) said, marketing is on your heads.

http://www.youtube.com/watch?v=jzIBZQkj6SY

Friday, October 14, 2011

Stock Market Return Amidst Drastic Change

Economist recently posted an interesting, empirical based facts about stock market return amidst great events in human history during 20th century. The result is fascinating, probing an important fact about how stock market react to positive to negative events. It shown that, stock market return during positive events exceed loss in negative events. The differential is also quite substantial, giving insight for economist, and investor in particular to take a seat, and set a cautious concern amidst crisis. Stock losses does not really hurt, if then positive events come later to off set the loss.

Here is the link :
http://www.economist.com/blogs/dailychart/2011/10/stockmarket-returns-20th-century

Friday, September 2, 2011

When Commitment Being Tested

One prominent word ever said :
" A man can love million girls, but the real man can love a girl in million way"

All of is all about commitment, and for a man, a commitment is something not worth, we can choose freely, so girl should do. In most men mind, i do believe that, if a girl betrayed you, millions will come to pass by. So, it's easy being a man, to select, yet to select the right one will be different case.

However, being real man is become a man of value, which can stay strong, concealed ego, and be patient with girl's puzzling attitude. Girls do like puzzle, sometimes it;s hard to go deep down, and we can go away with nothing but confusion. Yet, that;s the point i thing patience. When you're effort been paid, you can feel the patience worth turn you up.

But patience has cost. the longer the time the expensive the cost will be, and man surely like girls, can stand for higher cost he can't weighted. So, that's it.

New Semester : Semester 7

What? I am already has just become the last-year student in my university. So sad, uh? I can;t imagine this 4-years that i presumed to be a long journeys. end in no time. However, there are no use to look back and regret, all I can do is to plan and execute more good things to do before I graduate.

I would like to share my new semester plan in academic :
1. Got GPA at least 3.6-3.7 (I plan to get 3.63 Final GPA at least, so 3.7 will be the right value).
2. Accomplished tasks in BEM UI 2011, get events done, all parameters fulfilled, and events are financially healthy.
3. Submit PKM-P and PKM-K, i got to think about this events for two years and this the right time for my proposal to be granted and win.
4. Win at least 3 more competition during second term of 2011.
5. Finish at least three chapter of my thesis.
6. Prepare to apply for Assistant Lecture (amiin).
7. Prepare to apply YLI, and a Scholarship.
8. Attend one more confrence, in Malaysia probably in December.

Another plan will be :
1. Buy Galaxy Tab or BlackBerry with own money.
2. Learn guitar.
3. Got TOEFL at least 570.
4. Publish two more articles at national published media.

And etc, I just can't wait to accomplished all mission, and get proud of myself at the end, when effort been paid off..:D

Saturday, May 21, 2011

Mengapa UI Tidak Kunjung Membuka Laporan Keuangannya?:A Principal Agency Cost Approach

*Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. Tulisan ini hanya pendapat akademik dan bukan pembelaan

UI dan lika-liku transparansi keuangan

Di periode 2011 ini, isu transparansi laporan keuangan belum juga tuntas. Meskipun sudah banyak pers mahasiswa yang meliput akan masalah ini, ditambah lagi dengan adanya kunjungan ICW ke Rektorat beberapa pekan silam, UI sepertinya urung membuka laporan keuangannya ke publik. Berbagai gugatan yang diajukan mahasiswa untuk membuka laporan keuangan ke publik pun mental. Meskipun ada landasan hukum melalui PP no.66, sepertinya pihak Rektorat tidak kunjung membahasnya.

Tanpa ada laporan keuangan, kita tentunya tidak dapat mengetahui sumber pendanaan dan pengeluaran yang dilaksanakan oleh rektorat UI. Wajar saja apabila pertanyaan-pertanyaan, seperti, apakah dana tersebut didapatkan dengan cara-cara yang halal? Apakah dana tersebut bebas kepentingan politik praktis? Apakah pengeluaran telah dimanfaatkan secara efektif?, mencuat dalam benak kita.

Transparansi Vs Stabilitas : Principal Agency Cost Theory Approach

Kepemimpinan Soeharto dapat menjelaskan kepemimpinan Rektor UI saat ini.

Mengapa rektorat tidak kunjung membuka? Kita dapat menggunakan berbagai teori untuk menjelaskannya, salah satunya adalah principal agency cost. Pendekatan pertama, mari kita simak teori yang disampaikan W.W Rostow, pengusung teori transformasi struktural. Menurut Rostow, sebuah negara mengalami proses yang dinamakan "lepas-landas", sampai proses "pendaratan". Proses ini menunjukan dinamika ekonomi dan politik yang dialami suatu negara dalam proses pembagunannya. Negara-negara dalam proses pertengahan, umum mengalami ketidakstabilan situasi politik, seperti pengekangan kebebasan, dan ketimpangan yang membesar.

Konteks permasalahan transparansi UI, saat ini tidak ubahnya seperti Indonesia pada masa Orba. Membangun Indonesia pada tahun 1966-1998 bukanlah perkara mudah. Soeharto bersama mimpi besarnya, menggunakan tangan dinginnya untuk mencapai cita-citanya demi Indonesia. Berbagai proyek mercusuar, dan bisnis-bisnis konglomerasi bermunculan. Pada zaman tersebut, transparansi dan kebebasan tidak terlalu digubris oleh Soeharto. Mengapa? Saat kebabasan diberikan, transparansi dibuka, hal ini dapat memunculkan movement yang akan menjatuhkan rezim-nya sebelum dapat menyelesaikan proyeknya. Oleh karena itulah. Soehaerto menunjukan sistem kepemimpinan ototoriter, apa yang ia mau, apa yang ia katakan, apa yang ia lakukan adalah yang terbaik. Kasus ini juga terlihat seperti China saat ini.

Apa yang terjadi pada masa Orba dapat dianalogikan pada kondisi UI saat ini. Rektor menjalankan kepemimpinan otoriter atas mimpinya membangun UI menjadi WCRU. Ia mencanangkan berbagai langkah strategis, yang bukannya tanpa pengorbanan. Uang kuliah naik, dan munculnya sistem penerimaan mandiri adalah salah satu implikasinya. Pembangunan proyek mercusuar membutuhkan dana besar. Pengorbanan harus dilakukan, namun itu adalah bagian dari proses, seperti yang dijelaskan oleh Kutznet, bahwa dalam proses menuju perkembangan, ketimpangan yang membesar adalah fenomena umum seiring berjalannya waktu.

Dalam teori principal-agency dinyatakan bahwa, ketika terlalu banyak pihak yang turut andil dalam proses pengambilan keputusan, atau mempunyai pengaruh dalam arah kebijakan, hal ini akan memunculkan biaya bagi institusi, entah ketidak percayaan, lambannya pengambilan keputusan, dan perubahan perencanaan. Sepertinya hal inilah yang dipikirkan oleh Rektor UI. Ketika laporan keuangan dibuka ke publik, ada beberapa poin sorotan penting :

(1) Pemakaian uang yang disalahgunakan

(2) Pemakaian uang yang tidak tepat sasaran

(3) Penggelembungan uang akan banyak proyek-proyek mercusuar.

Untuk poin (1) kita kesampingkan. Menurut penulis, apabila laporan keuangan di-publish, poin (2) dan poin (3), akan menjadi titik sentral pengamatan. Sepertinya rektor ingin menghindari kritik ketika proyeknya sedang berlangsung. Stabilitas adalah hal yang ingin ia amankan. Dari perspektif investor pun, ketika adanya situasi yang safe and sound akan berarti banyak. Bukan berarti bahwa kita langsung men-judge bahwa rektorat UI melakukan fraud, dsb. Namun, juga peluang apabila ada pos-pos pengeluaran yang dana-nya bengkak, akan dikeluhkan mahasiswa, stakeholder, dan ini bisa memperlambat proses pembangunan.

Me-relase laporan keuangan publik, menurut Subramanyan dan Wild (2007) dapat:
(1) Mempengaruhi mekanisme pengambilan kebijakan atas adanya kontribusi yang lebih besar kepada stakeholder

(2) Mempegaruhi persepsi stakeholder akan kinerja institusi tersebut, teruatam para calon konsumen dan investor.

(3) Memunculkan pertanggungjawaban publik yang sah.

Game Theory Approach

Coba pikirkan, dengan menggunakan pendekatan game-theory, apa yang akan terjadi?
- UI membuka laporan keuangan - Stakeholder mengungkit-ngkungkit masalah biaya (padahal belum tentu masalah kecurangan, siapa tahu hanya masalah tidak tepat sasaran)-> Reputasi UI jatuh, mosi tidak percaya kepada Rektor, muncul ketidakpercayaan pada investor maupun calon target konsumen .

- UI tidak membuka laporan keuangan - stakeholder mengungkit -> Tidak ada bukti yang valid, proyek tetap bisa jalan

UI memilih prioritas (2), karena memang biaya yang ditempub lebih kecil, dan meminimalkan potensi konflik terjadi.


Kesimpulan :
Sekiranya mengapa Rektor tidak me-release laporan keuangan sampai saat ini adalah, untuk dapat memuluskan pelaksanaan proyek yang sedang dijalankan, dengan meminimalkan peran stakeholder lain yang memungkinkan untuk menganggu jalannya proyek ini. Sebagai mana yang dungkapkan Rsotow, negara berkembang, figur seorang pemimpin yang otoriter, tegas, namun tetap visioner adalah pertanda bahwa negara tersebut sedang dalam masa transisisi, yang ditandai dengan semakin banyaknya peraturan, dan pengekangan kebebasan. Rektor pun seperti itu, ia menginginkan kestabilan, bersikap acuh, dan otoriter, Karena dengan watak seperti itulah, pembangunan yang besar ini dapat terlaksana.

Sumber :

Magginson, 1990. Corporate Finance Theory

Subramanyan, J dan Wield, K. 2007. Financial Statement Analysis : McGraw Hill

WW.Rostow. "Theory of Structural Transformation", diambil dari slide mata kuliah Pengantar Ekonomi Indonesia, Oktober 2010.



Sunday, April 10, 2011

Pornografi dan Jejaring Sosial : Vicious Circle Penyebaran Informasi

Pornografi dan dunia maya memang tidak bisa dipisahkan. Fasilitas Internet memberikan fasilitas yang luar biasa luas kepada masyarakat untuk mengakses konten pornografi. Penggunaan internet-pun kini tidak terbatas atas umur dan gender. Semua bebas mengakses, semua bebas menikmati. Tidak ada masalah bagi saya kepada maraknya konten pornografi di dalam dunia maya tersebut, toh mau diberangus sepintar apa, seketat apapun, selalu saja ada celah yang terlewatkan.

Selain penggunaan internet, kita juga disemarakan dengan penggunaan jejaring sosial, facebook dan twitter, dsb. Penggunaan media sosial ini mempercepat arus informasi berpindah tangan. Facebook-pun sudah akrab digunakan oleh semua orang, baik tua maupun muda. Tidak memandang siapa-pun.

Jejaring sosial apabila tidak dimanfaatkan dengan bertanggungjawab akan membawa banyak mudarat. Kecepatan arus informasi pornografi akan semakin cepat menyebar, hal ini ditambah watak masyarakat Indonesia yang suka akan hal-hal sensual, seakan tidak pernah habisnya. Tidak-kah pernah kita berpikir bagaimana apabila anak-anak kecil menonton konten terlarang ini? Kita selalu mengeluh masalah pornografi, namun saat kasus ini terjadi, masalah ini justru dibesar-besarkan, kontennya disebar tanpa batas. Ketika masyarakat, media menghebohkan hal ini terus-menerus, praktis, memori masyarakat akan pornografi terus muncul, dan secara simultan akan meningkatkan stimulasi untuk mengakses konten-nya (Kid,2003). Stimulasi dalam waktu yang lama dapat berakibat kepada stereo-typing negatif, apakah kepada seseorang, instansi ia berada, ataupun kepada negara ia berada (Stimonsen:2006).

Saya bukannya seorang yang suci, namun saya hanya gelisah melihat masyarakat yang inkonsisten ini. Saat kita tahu bahwa pornografi itu salah, kita justru melegitimasinya melalui penyebaran konten di berbagai media. Data yang dikeluarkan Media Analysis, menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 5 besar negara dengan penontin konten pornografi terbesar di dunia. Kid(2003) menyebutkan akses media pornografi secara berlebihan akan menurunkan produktivitas penduduk negara secara signifikan, menyebarluaskan degradasi moral yang cepat, dan membentuk masyarakat terbelakang. (Kid:2003)

Sekarang semua terserah kita. Hak kita untuk menyaksikan konten tersebut, namun adalah kewajiban kita untuk memelihara diri dari godaan konten terlarang. Salah satunya dengan pemanfaatan media informasi yang tersedia dengan bertanggungjawab. Semua kita yang mulai, hanya kita yang bisa menyudahinya.:).

Think the impact, think the solution! Jangan hanya mampu mengkompori saja!

Sunday, March 27, 2011

Re-Humanisasi Manusia, dan Absennya Energi

* ini hanyalah sebuah karya pribadi dan tanpa dasar landasan ilmiah. Hasil dialog saya dan teman saya dengan mengkaitkan humanisasi manusia, alam dan energi di dalam suatu sistem keselarasan. Sudut pandang mencoba mengkontrakan level kehidupan dengan energi dan tanpa energi dari sudut pandang seorang awam.

Kata re-humanisasi sedikit merujuk kepada fenomena earthour tadi malam. Dalam pelaksanaan earth hour tadi malam terjadai perdebatan yang cukup panjang akan filosofis earth hour. Golongan pro memandang bahwa earth hour adalah suatu upaya kongkret manusia untuk belajar dini menghemat penggunaan listrik, terutama pada jam-jam sibuk, terutama pada sabtu, jam 9 malam pula. Sementara itu, golongan kontra menyerang dari beberapa sisi, mulai dari earthour sebagai gerakan simbolis, earthour yang justru memboroskan energi ketika alat elerktronik dimatikan secara mendadak, dan dibutuhkan energi yang besar untuk menghidupkannya, sampai kepada alasan humanis yang membandingkan kebodohan manusia mematikan listrik disaat rakyat desa membutuhkan listrik.

Dilema Ekonomis vs Fisika vs Humanis

Dalam konteks ekonomi, jelas tindakan ini membunuh produktivitas. Ketika listrik tidak lagi ada, maka kita akan terjebak dalam situasi yang tidak produktif pula. Tidak terbayang bagaimana, apabila kebijakan ini dilaksanakan secera menyeluruh, mall-mall, televisi, dan beberapa arena hiburan kota berhenti beroperasi. Dalam konteks Fisika, seperti yang saya jelaskan diatas, layaknya motor, apabila dalam kondisi bergerak, mendadak dihidupkan, maka akan memerlukan energi yang besar untuk menghidupkannya kembali.

Dalam konteks humanis-pun, ini sebenarnya merupakan “suatu” paradoks, kata teman saya. “Kalau orang di-desa masih butuh energi banyak untuk energi, mengapa kita harus mematikannya?”. Ini juga dapat dikatakan pemaksaan halus, yang melanggar kebebasan individual menikmati listrik bukan?

Semua alasan tersebut rasional. Semua alasan tersebut sangat logis, namun dalam konteks economically human. Kita berbicara dalam konteks pemenuhan kebutuhan manusia. Bahwa ketika listrik dipadamkan, gw tidak bisa ini, itu, dll. Semua alasan kontrproduktif dilontarkan. Tidak ada yang salah, hanya saja dalam tingkat pemikiran yang lebih awam, saya ingin mengajak untuk berpikir untuk melihat ini sebagai suatu “pencerdasan” daripada sebuah “kongkretisasi pasti” yang langsung berbuah hasil. Toh dalam publikasi dimuat 60+. Karena apabila dimatikan sekitar 70 menit, akan terasa lebih manfaatnya.

Re-Humanisasi Manusia

Tidak bermaksud menyerang siapapun. Namun, semakin berkembangnya pemikiran modernis ke arah sini, manusia semakin dengan jelas dapat berdebat dengan segala pemikiran konservatif seperti earthour yang ternyata inefisien. Namun, apabila kita melihat dalam pemikiran yang lebih dangkal, ini adalah bentuk nyata sebuah aksi penyadaran untuk membuka manusia lebih kenal dengan alam. Ketika manusia secara sadar, melihat upaya ini sebagai suatu tindakan ramah terhadap bumi berpijak, kegiatan ini jauh lebih terasa mudah. Ketika manusia semakin tenggelam dalam kegemilangan,dan kesibukan dunia, malam yang sunyi kembali membuka sisi diam manusia dan kembali kepada natural-nya.

Setidaknya itu yang saya alami ketika bersama-sama teman menyalakan unggun, dan menikmati malam tanpa cahaya, dan membaur dengan alam. Re-Humanisasi manusia, ya, itulah yang saya rasakan, saat gelap mencekam, namun saat itulah saya merasa lebih dalam bisa mencintai alam.

Ini bukanlah propaganda. Saya mungkin secara sadar juga akan memboroskan listrik. Namun, perayaan kemaren memperlihatkan sisi lain dari manusia tentang keselarasan. Malam ini saya merasakan bagaimana ketiadaan listrik, dan mengangkat derajat bahwa manusia sangat bergantung kepada listrik. Secara sadar, apabila diresapi, beginilah hidup 5,000 tahun yang lalu.

Mengapa pada akhirnya re-humanisasi? Karena pada akhirnya, manusia akan menghadapi kenyataan bahwa energi itu akan habis, apakah minyak, gas alam, batu bara, dsb. Re-humanisasi sebagai bentuk kepedulian manusia untuk secara sadar bisa menghargai energi. Manusia terlahir bersama alam, dan seharusnya ketika bisa lebih bijak bersamanya.

Tulisan ini bukanlah serangan atas golongan yang kontra akan kebijakan earthour. Ini adalah tulisan yang menggambarkan tautan batin akan humanisasi manusia dan energi. Bagi saya, malam tadi adalah momen yang tepat belajar dalam memaknai pentingnay energi dalam kehidupan. Saya menghargai orang yang secara sadar, dan tanpa sombongnya dengan ilmunya menentang kegiatan ini, menghemat energi, walaupun hanya beberapa watt saja. Lebih baik sedikit secara sadar, daripada besar karena paksaaan..:)

Sedikit puisi saya dan teman saya tadi malam..:

Dan langit kembali menangis sedu-sedak melihat empunya tanah pijakan bumi kembali bangkit dari kekhilafan panjang mereka untuk menyadari bahwa mereka belum terlambat untuk merubah segalanya.



Saturday, January 15, 2011

Opportunity Cost Sehari-Hari = Biaya Malas

Dalam kehidupan sebagai anak kost saya menemukan konsepsi dari biaya peluang, yang ternyata dapat dianalogikan sebagai biaya kemalasan. Mau buktinya?

1. Makan Mie Goreng ke Warung

Seringkali karena malas ke warung beli sendiri, atau males masak jadi membeli. Beginilah persamaannya :

Mie Goreng 2 Bungkus (3000) +Telor Ayam (1000) + Opportunity Cost (Biaya Malas) = Indomie Goreng Double Telor di Warung (8,000)

Jadi biaya malas saya adalah 4,000! how lame!

2. Beli Susu Ultra Milk

Ini juga, karena males buat, dan ada yang praktis, beli aja di luar.

Ovaltine 2 sendok (1,000) + Air Panas (Free) + Biaya Malas = Ovaltine Siap Jadi (4000)

Jadi biaya malas saya adalah 3,000!

3. Naik Ojek

Akibat anak muda banya kesibukan, jadinya males or capek jalan jauh, Persamaannya :

Jalan Kaki (Free) + Biaya Capek = Ojek (5,000)

Biaya Capek saya adalah 5,000

4. Beli Koran

Meski era sudah maju, ada Online cuma karena malas baca online, jadi beli koran yang cetak. Padahal kalau kita mau baca e-paper kompas, isinya sama saja.

Akses internet koran Online (Free kalau ad modem sendiri) + Biaya Males Baca Online = Koran Cetak (3,000)

Biaya malas saya adalah 3,000!

5. Nge-Laundry

Ini jadi andalan bnget nih kalo ga ad duit banyak, penghematan yang luar biasa. Asumsi cucian 3 kg)

Rinso (1,000) + Air (Free) + Molto (1,000) +Biaya Malas Nyuci = Laundry 3 kg (12,000)

Jadi biaya malas kita adalah 10,000!

6. Biaya Nge-Net ke Kampus

Ngenet di Kampus (Free) + Biaya Malas Jalan = Biaya ke Warnet (3,000/Jam)

Biaya Malas saya adalah 3,000!

Kesimpulan :
Terkadang istilah Biaya Peluang terlalu luas dan kompleks didefinisikan, padahal sehari-hari kita mengalaminya. Implikasinya bagi para mahasiswa ekonomi, dapat dipergunakan dalam analisis pengambilan keputusan. Analisis biaya peluang dapat digunakan untuk menghembat budget, mengatasi penyelesan di kemudia hari, dan bermacam-macam biaya yang mubazir,haha..:D

Economic and Morality

Paul Krugman had broadly explained how economist may seen "equalities of opportunity", and how is not included in economic discussions, yet relevant for building blocs contra-argument for the basis of vile injustice against morality in economics.

Wednesday, January 12, 2011

Merevitalisasi Sikap Toleransi Bermasyarakat di Indonesia



Indonesia, sebuah negara dengan anugerah keanekaragaman yang luar biasa. Tidak hanya keanekaragaman hayati, namun juga sosio-kultural masyarakatnya. Membentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki ribuan etnis suku bangsa tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut situs Jawapos Online, yang dilansir oleh BPS, Indonesia memiliki sekitar 1,128 suku bangsa (JawaPosOnline,Februari 2010).

Indonesia juga dikenal dunia sebagai negara yang plural, dimana terdapat lima kerpecayaan yang berbeda yang dianut dan diakui dalam sistem kemasyarakatan Indonesia. Tidak heran, Indonesia seringkali disebut sebagai salah satu contoh negara yang menjadi teladan pluralitas yang baik di dunia.

Namun, apresiasi tinggi tersebut belum tepat disematkan, apabila melihat kenyataandi masyarakat yang jauh panggang dari api. Hasil penelitian Wahid Institute pada tahun 2010 melaporkan 63 tindakan penyerangan, atau pelanggaran kebebasan umat beragama. Adapun kasus terbanyak disumbangkan oleh kegiatan pembatasan kegiatan peribadatan, dan pelarangan/pemaksaan berkeyakinan, masing-masing 19 dan 25 kasus.

Tindakan lain yang juga dapat mencederai kerukunan masyarakat adalah terorisme yang mengatasnamakan etnis, ataupun agama tertentu. Masih segar diingatan kita atas pemboman yang dilakukan di hotel Ritz-Carlton,JW Marriot, ataupun Bali. Ironisnya, tindakan terorisme ini justru membawa embel-embel sekelompok kaum tertentu yang terkesan merepresentasikan umat, padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian.

Akibat dari peristiwa tersebut sangatlah jelas; angka kunjungan pariwisata asing menurun, kepercayaan pihak asing terhadap kredibilitas Indonesia memudar, maupun munculnya atribusi masyarakat dunia akan Indonesia sebagai negara yang intolerir.

Kedepan, kita tentunya berharap akan banyak perubahan atas paradigma masyarakat Indonesia dalam memandang toleransi antar etnis, ataupun antar umat beragama. Sudah saatnya kita membuang skeptisisme terhadap kaum yang berbeda dari kita. Mewujudkan kebersamaan dalam keberagaman kiranya menjadi kunci bagi Indonesia untuk dapat menciptakan keamanan dan kedamaian di dalam masyarakat.

Sikap toleransi juga dapat membuka paradigma berpikir yang selama ini tertutup. Masih banyak diantara masyarakat kita yang belum mau membuka diri terhadap ilmu pengetahuan, teknologi yang bukan berasal dari kebudayaan mereka. Padahal, tentunya tidak semua hal yang baru itu buruk. Ketika sikap toleransi mulai dipupuk, begitu juga dengan keterbukaan masyarakat kita akan hal baru diluar lingkungan mereka, untuk kemudian diambil manfaatnya.

Untuk dapat mewujudkan kerukunan semacam itu, menurut John L.Esposito, pakar teologi George Washington University, dalam buku terbarunya Masa Depan Islam, dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode edukatif. Di bangku sekolah dasar, kita belajar PPKN, apa itu toleransi umat beragama, apa pentingnya, dan bagaimana mewujudkannya. Pendidikan tersebut harus kembali dihidupkan sedari dini agar anak-anak dapat lebih ditekankan akan pentingnya sikap tenggang rasa dan manfaatnya kelak didalam bermasyarakat.

Selain itu, diskusi-diskusi antara pemuka agama, pengambil kebijakan dan masyarakat juga harus ditingkatkan. RUU Kerukukan Umat Beragama yang direncakan di tahun ini, harus segera dibahas, dalam penjaminan kebebasan umat beragama, Masyarakat juga perlu terus diberi pencerdasan mengenai pentingnya kerukunan umat beragama dalam menciptakan keamanan dan kedamaian bersama. Bersama-sama, di tahun 2011 ini, tidak peduli berbeda warna kulit, etnis, ataupun agama, kita hidupkan kembali semangat persatuan dan berkebangsaan, demi kemajuan bangsa yang lebih baik.

Monday, January 10, 2011

Kodinhi, alkisah Kota Kembar di India

Kodinhi, mungkin terasa asing kita mendengarnya. Kodinhi merupakan salah satu kota di India, yang berada di daerah India Selatan. Kota ini mayoritas ditempati oleh India Muslim, dengan populasi 1,5 juta.

Kodinhi menjadi salah satu terkenal di dunia, karena diberi gelar sebagai Kota Kembar. Gelar ini disematkan karena banyaknya kelahiran kembar di kota ini, Bayangkan, ada sebuah keluarga, yang selam turun temurun memiliki 250 keturunan kembar di dalam keluarganya!. Di kota ini, kelahiran kembar merupakan suatu hal yang lumrah. Setiap momen kelahiran anak, sang orang tua mengharapkan anaknya lahir kembar, yang mereka anggap sebagai berkah Allah SWT.

Fenomena Kodinhi ini menyita perhatian banyak pakar, salah satunya Dr.Brijit. Dr.Brikit merupakan pakar Biologi yang meneliti fenomena anak kembar di Kodinhi. Dr.Brijit menemukan, fenomena kembar di Kodinhi, telah berlangsung selama 20-35 tahun yang lalu, Di mana angka kelahiran anak kembar sangatlah pesat tiap tahunnya. Angka pertumbuhan disana, juta mencapai ratusan ribu penduduk tiap tahunnya, dan hampir separuhnya anak kembar.

Dr.Brijit, menganggap ini adalah salah satu fenomena alam yang luar biasa. Ia menganggap, bahwa fenomena ini disebabkan oleh rekayasa genetis. Di Kodingi, dahulunya para muda-mudi kawin dalam usia yang muda, sekitar 18 tahun. Selain itu, banyak pula yang diantara mereka yang kawin antar-sepupu, yang dianggap Dr.Brijit sebagai faktor penyebabnya.

Padahal, hingga 30 tahun lalu, banyak wanita Kodinhi yang mandul. Hingga pada saat itu, diberikanlah reramuan untuk mencegah kemandulan itu. Dr.Brijit juga berpendapat ramuan tersebut sangat mungkin merangsang ovarium wanita, dan membuat suatu rekaya genetis dalam kelahiran anak kembar.

Penyebaran jumlah anak kembar di Kodinhi memang menyita perhatiaan dunia. Sama dengan Vol Allegre di Brazil, dan teori Building Effect, suatu alasan ketidaksengajaan genetis dalam kelahiran anak kembar. Namun, di Kodinhi, suatu anggapa kita bahwa “apabila kita melahirkan anak kembar, maka kemungkinan anak kembar akan lahir kembali pada cucu kita”. Ternyata di Kodinhi tidak seperti itu, anak kita mungkin saja kembali melahirkan anak kembar.

Namun, dibalik cerita tersebut, terdapat sisi negatif dari peningkatan kelahiran jumlah anak kembar. Kelahiran anak yang pesat, menimbulkan beban ekonomi bagi keluarga. Ditambah lagi, di Kodinhi, ada semacam biaya yang diberikan kepada keluarga istri, tiap kelahiran anak.

Hal ini menyebabkan tidak jarang praktek aborsi dilakukan. Banyak yang diantara mereka menganggap anak perempuan kembar justru menjadi suatu tanggungan berat bagi keluarga. Meskipun, anggapan tersebut sudah berkurang saat ini, ledakan populasi menjadi masalah bagi Kodinhi.

Ditulis berdasarkan tayang NatGeo Channel (Senin,11 Januari 2011) : Inside Town:Twin Towns


BB Restrictions Vs Chily Price Rising : How Bad Are Inequalities Recently?

Karni Ilyas once tweeted "Upper and Middle Class People were loudly talking about Black Berry content restrictions, while Lower Class were loudly complaining about higher prices of chilly". Previous phenomena may explicitly shown how was inequalities in Indonesia, where the "have" talking about luxurious goods, and the "have not" talking about primary goods (in assumption chili is primary food". The gap between the up-middle class and low class has becoming wider.

Is inequality bad? For Simon Kuztnet, USA economist and former nobelist in economy, inequality is a common side-effect as country moving in stage-development transition. Inequality deemed as the period where the capital accumulation occur, and as time move by, inequality suppose to reduce. Kuznet argued, as growth continuously growth, inequality will simultaneously reduced, as an effect of proper distribution of accumulated capital. However, how long the inequalities prevail?, such a proper question for developing countries which seeks for a decent equalities.

Given Indonesia case, however the inequality seemed has further widening. Evidence proved by BPS report in 2009 had reported that 60% of GDP flows in Java. Another evidence was poverty rate, which shown a big gap between Java and outer Java, especially in East Indonesian regions. Mean poverty rate in Java, by 2009, is 13%, comparing to east Indonesian regions, such as Maluku and Papua, which are 30% and 40%.

This soaring inequalities, are also followed by corrupt government, highly birocrated administrations, which in turn slowing off the stabilizing action from governmental programs.

Rapid mass of premature modernization may also take into account, as the reasons for widening gaps in society. Proper modernization suppose to lead for an advanced, educated society. However, the opposite happened. How may rural now spent time for electronic voucher? How many kids spent his time all over the computer, left off productive things that they could done? How many punk, overdressed people, upcoming recently, which spent most of their time watching concert, making riots over the cities? All thanks to rapid, but pre-mature modernizations.

That was my opinions on how recent inequality may be explained. It is pretty obvious opinions need more data, and supporting facts, however, we may just use rationality and common sense to realize this phenomena. The case of BB vs Chily Price Rising is rightly on time, provide an excellent lessons, as well as homeworks for government. When they have a lot of their attention to financial market, industrialization, they may have long forgotten with their promise to improve the well-being of Indonesia people.

Tuesday, January 4, 2011

To Beat Back Poverty, Pay the Poor

Tulisan dari Tina Rosenberg mengenai Conditional Cash Transfer di Brazil dan Mexico, yang berhasil menurunkan income inequality dan menaikan enrollment rate : To Beat Back Poverty, Pay the Poor