Pages

Sunday, March 27, 2011

Re-Humanisasi Manusia, dan Absennya Energi

* ini hanyalah sebuah karya pribadi dan tanpa dasar landasan ilmiah. Hasil dialog saya dan teman saya dengan mengkaitkan humanisasi manusia, alam dan energi di dalam suatu sistem keselarasan. Sudut pandang mencoba mengkontrakan level kehidupan dengan energi dan tanpa energi dari sudut pandang seorang awam.

Kata re-humanisasi sedikit merujuk kepada fenomena earthour tadi malam. Dalam pelaksanaan earth hour tadi malam terjadai perdebatan yang cukup panjang akan filosofis earth hour. Golongan pro memandang bahwa earth hour adalah suatu upaya kongkret manusia untuk belajar dini menghemat penggunaan listrik, terutama pada jam-jam sibuk, terutama pada sabtu, jam 9 malam pula. Sementara itu, golongan kontra menyerang dari beberapa sisi, mulai dari earthour sebagai gerakan simbolis, earthour yang justru memboroskan energi ketika alat elerktronik dimatikan secara mendadak, dan dibutuhkan energi yang besar untuk menghidupkannya, sampai kepada alasan humanis yang membandingkan kebodohan manusia mematikan listrik disaat rakyat desa membutuhkan listrik.

Dilema Ekonomis vs Fisika vs Humanis

Dalam konteks ekonomi, jelas tindakan ini membunuh produktivitas. Ketika listrik tidak lagi ada, maka kita akan terjebak dalam situasi yang tidak produktif pula. Tidak terbayang bagaimana, apabila kebijakan ini dilaksanakan secera menyeluruh, mall-mall, televisi, dan beberapa arena hiburan kota berhenti beroperasi. Dalam konteks Fisika, seperti yang saya jelaskan diatas, layaknya motor, apabila dalam kondisi bergerak, mendadak dihidupkan, maka akan memerlukan energi yang besar untuk menghidupkannya kembali.

Dalam konteks humanis-pun, ini sebenarnya merupakan “suatu” paradoks, kata teman saya. “Kalau orang di-desa masih butuh energi banyak untuk energi, mengapa kita harus mematikannya?”. Ini juga dapat dikatakan pemaksaan halus, yang melanggar kebebasan individual menikmati listrik bukan?

Semua alasan tersebut rasional. Semua alasan tersebut sangat logis, namun dalam konteks economically human. Kita berbicara dalam konteks pemenuhan kebutuhan manusia. Bahwa ketika listrik dipadamkan, gw tidak bisa ini, itu, dll. Semua alasan kontrproduktif dilontarkan. Tidak ada yang salah, hanya saja dalam tingkat pemikiran yang lebih awam, saya ingin mengajak untuk berpikir untuk melihat ini sebagai suatu “pencerdasan” daripada sebuah “kongkretisasi pasti” yang langsung berbuah hasil. Toh dalam publikasi dimuat 60+. Karena apabila dimatikan sekitar 70 menit, akan terasa lebih manfaatnya.

Re-Humanisasi Manusia

Tidak bermaksud menyerang siapapun. Namun, semakin berkembangnya pemikiran modernis ke arah sini, manusia semakin dengan jelas dapat berdebat dengan segala pemikiran konservatif seperti earthour yang ternyata inefisien. Namun, apabila kita melihat dalam pemikiran yang lebih dangkal, ini adalah bentuk nyata sebuah aksi penyadaran untuk membuka manusia lebih kenal dengan alam. Ketika manusia secara sadar, melihat upaya ini sebagai suatu tindakan ramah terhadap bumi berpijak, kegiatan ini jauh lebih terasa mudah. Ketika manusia semakin tenggelam dalam kegemilangan,dan kesibukan dunia, malam yang sunyi kembali membuka sisi diam manusia dan kembali kepada natural-nya.

Setidaknya itu yang saya alami ketika bersama-sama teman menyalakan unggun, dan menikmati malam tanpa cahaya, dan membaur dengan alam. Re-Humanisasi manusia, ya, itulah yang saya rasakan, saat gelap mencekam, namun saat itulah saya merasa lebih dalam bisa mencintai alam.

Ini bukanlah propaganda. Saya mungkin secara sadar juga akan memboroskan listrik. Namun, perayaan kemaren memperlihatkan sisi lain dari manusia tentang keselarasan. Malam ini saya merasakan bagaimana ketiadaan listrik, dan mengangkat derajat bahwa manusia sangat bergantung kepada listrik. Secara sadar, apabila diresapi, beginilah hidup 5,000 tahun yang lalu.

Mengapa pada akhirnya re-humanisasi? Karena pada akhirnya, manusia akan menghadapi kenyataan bahwa energi itu akan habis, apakah minyak, gas alam, batu bara, dsb. Re-humanisasi sebagai bentuk kepedulian manusia untuk secara sadar bisa menghargai energi. Manusia terlahir bersama alam, dan seharusnya ketika bisa lebih bijak bersamanya.

Tulisan ini bukanlah serangan atas golongan yang kontra akan kebijakan earthour. Ini adalah tulisan yang menggambarkan tautan batin akan humanisasi manusia dan energi. Bagi saya, malam tadi adalah momen yang tepat belajar dalam memaknai pentingnay energi dalam kehidupan. Saya menghargai orang yang secara sadar, dan tanpa sombongnya dengan ilmunya menentang kegiatan ini, menghemat energi, walaupun hanya beberapa watt saja. Lebih baik sedikit secara sadar, daripada besar karena paksaaan..:)

Sedikit puisi saya dan teman saya tadi malam..:

Dan langit kembali menangis sedu-sedak melihat empunya tanah pijakan bumi kembali bangkit dari kekhilafan panjang mereka untuk menyadari bahwa mereka belum terlambat untuk merubah segalanya.