Pages

Saturday, May 21, 2011

Mengapa UI Tidak Kunjung Membuka Laporan Keuangannya?:A Principal Agency Cost Approach

*Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. Tulisan ini hanya pendapat akademik dan bukan pembelaan

UI dan lika-liku transparansi keuangan

Di periode 2011 ini, isu transparansi laporan keuangan belum juga tuntas. Meskipun sudah banyak pers mahasiswa yang meliput akan masalah ini, ditambah lagi dengan adanya kunjungan ICW ke Rektorat beberapa pekan silam, UI sepertinya urung membuka laporan keuangannya ke publik. Berbagai gugatan yang diajukan mahasiswa untuk membuka laporan keuangan ke publik pun mental. Meskipun ada landasan hukum melalui PP no.66, sepertinya pihak Rektorat tidak kunjung membahasnya.

Tanpa ada laporan keuangan, kita tentunya tidak dapat mengetahui sumber pendanaan dan pengeluaran yang dilaksanakan oleh rektorat UI. Wajar saja apabila pertanyaan-pertanyaan, seperti, apakah dana tersebut didapatkan dengan cara-cara yang halal? Apakah dana tersebut bebas kepentingan politik praktis? Apakah pengeluaran telah dimanfaatkan secara efektif?, mencuat dalam benak kita.

Transparansi Vs Stabilitas : Principal Agency Cost Theory Approach

Kepemimpinan Soeharto dapat menjelaskan kepemimpinan Rektor UI saat ini.

Mengapa rektorat tidak kunjung membuka? Kita dapat menggunakan berbagai teori untuk menjelaskannya, salah satunya adalah principal agency cost. Pendekatan pertama, mari kita simak teori yang disampaikan W.W Rostow, pengusung teori transformasi struktural. Menurut Rostow, sebuah negara mengalami proses yang dinamakan "lepas-landas", sampai proses "pendaratan". Proses ini menunjukan dinamika ekonomi dan politik yang dialami suatu negara dalam proses pembagunannya. Negara-negara dalam proses pertengahan, umum mengalami ketidakstabilan situasi politik, seperti pengekangan kebebasan, dan ketimpangan yang membesar.

Konteks permasalahan transparansi UI, saat ini tidak ubahnya seperti Indonesia pada masa Orba. Membangun Indonesia pada tahun 1966-1998 bukanlah perkara mudah. Soeharto bersama mimpi besarnya, menggunakan tangan dinginnya untuk mencapai cita-citanya demi Indonesia. Berbagai proyek mercusuar, dan bisnis-bisnis konglomerasi bermunculan. Pada zaman tersebut, transparansi dan kebebasan tidak terlalu digubris oleh Soeharto. Mengapa? Saat kebabasan diberikan, transparansi dibuka, hal ini dapat memunculkan movement yang akan menjatuhkan rezim-nya sebelum dapat menyelesaikan proyeknya. Oleh karena itulah. Soehaerto menunjukan sistem kepemimpinan ototoriter, apa yang ia mau, apa yang ia katakan, apa yang ia lakukan adalah yang terbaik. Kasus ini juga terlihat seperti China saat ini.

Apa yang terjadi pada masa Orba dapat dianalogikan pada kondisi UI saat ini. Rektor menjalankan kepemimpinan otoriter atas mimpinya membangun UI menjadi WCRU. Ia mencanangkan berbagai langkah strategis, yang bukannya tanpa pengorbanan. Uang kuliah naik, dan munculnya sistem penerimaan mandiri adalah salah satu implikasinya. Pembangunan proyek mercusuar membutuhkan dana besar. Pengorbanan harus dilakukan, namun itu adalah bagian dari proses, seperti yang dijelaskan oleh Kutznet, bahwa dalam proses menuju perkembangan, ketimpangan yang membesar adalah fenomena umum seiring berjalannya waktu.

Dalam teori principal-agency dinyatakan bahwa, ketika terlalu banyak pihak yang turut andil dalam proses pengambilan keputusan, atau mempunyai pengaruh dalam arah kebijakan, hal ini akan memunculkan biaya bagi institusi, entah ketidak percayaan, lambannya pengambilan keputusan, dan perubahan perencanaan. Sepertinya hal inilah yang dipikirkan oleh Rektor UI. Ketika laporan keuangan dibuka ke publik, ada beberapa poin sorotan penting :

(1) Pemakaian uang yang disalahgunakan

(2) Pemakaian uang yang tidak tepat sasaran

(3) Penggelembungan uang akan banyak proyek-proyek mercusuar.

Untuk poin (1) kita kesampingkan. Menurut penulis, apabila laporan keuangan di-publish, poin (2) dan poin (3), akan menjadi titik sentral pengamatan. Sepertinya rektor ingin menghindari kritik ketika proyeknya sedang berlangsung. Stabilitas adalah hal yang ingin ia amankan. Dari perspektif investor pun, ketika adanya situasi yang safe and sound akan berarti banyak. Bukan berarti bahwa kita langsung men-judge bahwa rektorat UI melakukan fraud, dsb. Namun, juga peluang apabila ada pos-pos pengeluaran yang dana-nya bengkak, akan dikeluhkan mahasiswa, stakeholder, dan ini bisa memperlambat proses pembangunan.

Me-relase laporan keuangan publik, menurut Subramanyan dan Wild (2007) dapat:
(1) Mempengaruhi mekanisme pengambilan kebijakan atas adanya kontribusi yang lebih besar kepada stakeholder

(2) Mempegaruhi persepsi stakeholder akan kinerja institusi tersebut, teruatam para calon konsumen dan investor.

(3) Memunculkan pertanggungjawaban publik yang sah.

Game Theory Approach

Coba pikirkan, dengan menggunakan pendekatan game-theory, apa yang akan terjadi?
- UI membuka laporan keuangan - Stakeholder mengungkit-ngkungkit masalah biaya (padahal belum tentu masalah kecurangan, siapa tahu hanya masalah tidak tepat sasaran)-> Reputasi UI jatuh, mosi tidak percaya kepada Rektor, muncul ketidakpercayaan pada investor maupun calon target konsumen .

- UI tidak membuka laporan keuangan - stakeholder mengungkit -> Tidak ada bukti yang valid, proyek tetap bisa jalan

UI memilih prioritas (2), karena memang biaya yang ditempub lebih kecil, dan meminimalkan potensi konflik terjadi.


Kesimpulan :
Sekiranya mengapa Rektor tidak me-release laporan keuangan sampai saat ini adalah, untuk dapat memuluskan pelaksanaan proyek yang sedang dijalankan, dengan meminimalkan peran stakeholder lain yang memungkinkan untuk menganggu jalannya proyek ini. Sebagai mana yang dungkapkan Rsotow, negara berkembang, figur seorang pemimpin yang otoriter, tegas, namun tetap visioner adalah pertanda bahwa negara tersebut sedang dalam masa transisisi, yang ditandai dengan semakin banyaknya peraturan, dan pengekangan kebebasan. Rektor pun seperti itu, ia menginginkan kestabilan, bersikap acuh, dan otoriter, Karena dengan watak seperti itulah, pembangunan yang besar ini dapat terlaksana.

Sumber :

Magginson, 1990. Corporate Finance Theory

Subramanyan, J dan Wield, K. 2007. Financial Statement Analysis : McGraw Hill

WW.Rostow. "Theory of Structural Transformation", diambil dari slide mata kuliah Pengantar Ekonomi Indonesia, Oktober 2010.