Pages

Saturday, February 23, 2013

Serba-Serbi Cinta

Hello I am back again!. Setelah dua minggu berkutat dengan kerjaan dan kerjaan, akhirnya ada waktu juga untuk menulis kembali. Tema hari ini adalah cinta. Again, i messed up with relationship thingy. The problems seemed not move from the past, communication. Namun saya tidak akan menceritakan teori komunikasi cinta (jelas gw aja gagal dalam hal ini). Di post ini cuma mw share hasil bacaan dari bukunya Om @newsplatter Cinta (Tidak) Harus Mati. Let me write it by points :

1. Cinta (Tidak) Harus Mati

Kadangkala yang namanya cinta harus mati sekali, sehingga ketika ia bisa bangkit kembali, ia tahu rasanya mati, dan berusaha untuk tidak terulang kembali. Well, that definetely true. Somebody who never fell on making relationship, will never know how is the feeling of lost. "Kematian" perasaan itu ibarat menyuruh kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan kembali akan eksistensi perasaan. Justru ini bagus, karena memberikan kesempatan kita untuk memikirkan kembali hal-hal seperti : Apa yang salah ya dari gw sehingga gw diputusin? Apa ya perlakuan yang bisa gw berikan sehingga pasangan gw bisa klop sama gw? Apa yang yang salah dari kesibukan gw selama ini?.

Pertanyaan tidak hanya tertutup pada kutukan pada diri sendiri tentunya. Kadang kita juga harus ekstrem menanyakan, hal seperti :  Bener gak sih dia pasangan gw sehidup semati? (Halah), Bener gak sih gw suka dia secara real?. That's question that will surely challenge yourself to prove whether your love is real or fake. Karena ketika kita jatuh, kita akan evaluasi kegagalan kita, dan hanya yang berani berpikir yang akan menemukan jawaban untuk kemajuannya.

2. Cinta karena apa?

Yep, another shocking question. For me, it indeed really shocking for I am too afraid to think about the reason of loving someone. Miranti once ever said to me that, I am too confident to treat her to be her wife, without much thinking about the process. Well, if that so, berarti gw sebenarnya menikah karena jadwal, karena harus nikah, dan kebetulan aja dapat orang yang pas.

Cinta yang didasarkan hanya pada sebuah fungsi, -jadwal, tempat curhat, untuk pamer- will never last long. Dibutuhkan sebuah perasaan cinta yang murni, entah karena Allah, entah karena memang suka aja, ketika bertemu hati deg-deg-an, cinta karena percaya dia yang bisa membawa kita ke arah yang lebih baik. Kalo kata buku test pack, cinta yang tulus hanya akan datang ketika someone do not ask in return. Begitu juga kata Mbah Sudjiwo Tejo, cinta itu irasional, ketika kamu bisa menjelaskan alasan kamu mencintai seseorang, maka itu bukan cinta. Cinta seringkali unreasonable.

Well, itu saja sharing-sharingnya. Saya cuma pengen mengajak untuk lebih bijak dalam menghadapi hubungan. Karena berkomitmen untuk berhubungan bukan berarti hanya untuk pelengkap status saja, bukan hanya mencari legitimasi saja, berkomitmen demi cinta, dan cinta tersebut haruslah tulus.

Saturday, February 9, 2013

Hidup yang (Lebih) Bermakna

Hidup di era saat ini, menuntut seorang manusia lebih visioner akan hidup-nya. Kenapa? Dengan semakin ketatnya kompetisi, semakin maju-nya teknologi, perubahan terjadi begitu cepat, dan ketika manusia tidak mempunyai visi akan hidup-nya maka ia akan hanyut ditelan perubahan. Manusia ber-visi ini-lah yang kemudian menjadi idaman bagi semua manusia yang mengimpikan dunia yang lebih baik, baik bagi diri-nya, dan orang lain.

Namun seringkali, visi ini diartikan secara sempit hanya terbatas kepada karir saja. Padahal, visi ini seharusnya juga diterapkan untuk keperluan ruhaniah, visi akan hubungan kita dengan Tuhan, dan keperluan batiniah, visi akan hubungan kepada sesama manusia. Manusia yang terlalu mendewakan karir-nya umumnya akan terkekang dengan jebakan self-center, menganggap bahwa diri-nya bertanggungjawab, dan bekerja hanya untuk diri-nya. Padahal, manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial, dan secara naluriah, kita ditakdirkan berpasang-pasangan. Oleh karena itu, visi lain-nya yang harus kita perhatikan adalah visi berkeluarga. Bagaimana menjadi manusia yang baik bagi pasangan, dan untuk anak-anak. Tidakah menyenangkan hidup bahagia bersama seseorang yang kita cintai, dan membesarkan keturunan yang di-diidamkan?

Membuat hidup yang (lebih) bermakna dimulai dari diri kita sendiri. Dimulai dari menciptakan visi hidup yang berimbang, antara karir, ketuhanan, dan dalam hidup berkeluarga. Apalah arti-nya karir bagus, apabila iman rusak, hubungan sesama manusia rusak? Terkadang, anda juga perlu memberikan perhatian yang lebih bagi kepentingan anda sendiri, sebelum memberikan lebih kepada orang lain.

Friday, February 8, 2013

Menata Ulang

Have you ever feel that you're running to fast, until you found out, you lost? Ketika kita berlari begitu cepat, tanpa berpikir tahu akan kemana, we will absolutely lost. Lumrah bagi manusia berpikir akan ambisi-nya, prestasi, dan pencapaiannya. Tapi, di sisi lain, kita harus menyadari bahwa banyak hal yang harus kita juga perhatikan di-sekitar kita, teman terdekat, keluarga, masa santai. Karena-nya, when you feel lost, stop for a while, and re-think where you will gonna go. Terutama buat anak muda yang penuh ambisi, cobalah mengerti lingkungan sekitar-mu. What's good when you feel good for yourself, but you ignore many things surround you?. Kadang, pengedepanan rasionalitas will make us greed,  kita juga harus berlatih mengambil keputusan berdasarkan hati.

Egois

Kata egois berasal dari dua suku kata, ego, dan ism. Ego artinya emosional, mementingkan diri sendiri,  dan ism artinya sebuah kondisi, dan keadaan. Egois biasa kita gunakan untuk mengatakan seseorang yang hanya peduli pada diri-nya sendiri tanpa berpikir apa yang dirasakan orang lain. Namun, secara kontekstual memahami kata "egois" ini tidak semudah yang dibayangkan. Ambil contoh A, dia adalah orang yang sibuk, punya acara namanya B. Ketika B mengeluhkan akan kesibukannya, A merasa B egois. Namun sebaliknya B yang merasa A yang egois karena merasa, ketika ditinggal sibuk ia akan baik-baik saja. Mana yang benar? Kebenaran ada pada kepercayaan masing-masing orang, but there must be a real truth. Pada kasus ini, saya merasa bahwa A-lah yang egois. Kenapa? Karena ketika A dan B mengikat hubungan, maka ketika itu pula A dan B sudah tau konsekuensi masing-masing, bahwa mengikat hubungan means shared care, and feelings. Jadi wajar dong kalo B merasa di A egois karena tidak menunaikan kewajibannya? Simple saja ketika anda beli pake televisi berbayar, terus karena sering hujan, terus tayangan-nya hilang, wajar dong kalo anda komplain? Begitulah.

To conclude, egois bukan hanya berarti memandang bahwa anda mementingkan diri anda sendiri, namun juga bahwa apakah anda juga telah mementingkan diri anda sendiri dan melanggar sebuah kontrak, baik implisit dan explisit yang anda buat?. Jadi, hati-hati lah dalam menyikapinya.