Apa itu cinta organik? Itu istilah saya sendiri sebenarnya, untuk mendefinisikan sebuah perasaan yang tulus dari hati untuk mencintai sebuah objek/dzat, bukan sekedar karena motif insentif transaksional belaka, namun karena dilandasi keyakinan bahwa cinta tersebut membawa kepada kebaikan yang hakiki.
Kalo ada cinta organik, maka ada pula yang namanya cinta unorganik. Cinta unargonik adalah anti-tesis dari istilah diatas. Motifnya hanya karena insentif transaksional, tidak lebih. Singkatnya : "Gue bersedia melakukan ibadah A,B,C karena pengen dapat pahala, thats all".
Saya mencoba menganalogikan konsep cinta ini dengan pada praktek kuliah dalam konteks peribatan. Seorang yang memiliki cinta unorganik kepada penciptanya, mengejar nilai pada setiap mata kuliah (dalam hal ini, ibadah yang ia laksanakan). Dalam mata kuliah tersebut diajarkan tata cara sholat, bacaan, adab, dan kapan saja sih waktu sholat itu. Manusia yang sukses mengaplikasikan seluruh elemen diatas akan mendapatkan nilai A. Namun apakah cukup hanya mendapatkan nilai A saja? If you think so, then that is all you can learned about it.
Menggunakan prinsip yang sama seperti di perkuliahan, nilai A hanyalah sekedar simbol bahwa kita mengerti secara mekanik mata kuliah tersebut. Padahal, ada banyak hal yang tetap kita harus pelajari, -apa filosofinya, apa makna dibalik setiap bacaan, apa makna Allah menurunkan ibadah ini, apa konsekuensi dari pelaksanaan ibadah ini, dst. Seperti saat kuliah, nilai A tersebut akan benar-benar nyata adanya hanya ketika kita tahu cara mengaplisikan ilmu tersebut dalam konteks dunia nyata, ketika kita mengerti filosofi dibelakang hal yang kita pelajari.
Kesadaran, dan penghayatan terhadap agama, menurut saya adalah kunci dari cinta organik kepada Allah. Layaknya mencintai seorang wanita, bagaimana kita bisa mencintai-nya kalau kita tidak tahu seluk beluknya, begitu pula dengan agama. Untuk bisa mencintai Tuhan secara organik, kita harus selalu mendekatkan diri dan tidak lelah untuk belajar mengetahui apa yang ia sukai dan kehendaki dari makhluknya. Saya percaya, bahwa, dengan menumbuhkan cinta organik kepada Allah, manusia akan memahami kodrat hidupnya di dunia ini, dan akan menikmati hidupnya dengan jauh lebih baik.:)
Monday, July 8, 2013
Monday, June 24, 2013
Beribadah Dengan Kesadaran
Mau share hasil ngobrol2 dengan teman terkait Ibadah dengan kesadaran beberapa hari lalu:
Beribadah tanpa kesadaran tidak ubahnya seperti bekerja tanpa orientasi, yang kita harapkan terbatas kepada gaji, security, tidak lebih. Ketika perusahaan tersebut tidak lagi bisa memberikan yang kita mau, kita pergi dari sana. Perumpamaan ibadah kurang lebih seperti itu. Ketika beribadah hanya ketika kita butuh saja, ia menjadi the sweet escape. Namun disaat kita sudah berkecukupan, ia hanya akan menjadi beban saja.
Manusia yang beribadah atas kesadaran memahami orientasi-nya, bahwa ibadah bukanlah hanya sekedar masalah dosa-pahala. Ibadah adalah suatu ritus yang dilakukan untuk menjadikan manusia yang memaknai hidup dengan jalan yang benar,
Umpamakan Sholat, ibadah yang kita lakukan sebagai sarana kita untuk bermeditasi, wujud syukur, dan sarana untuk mengingat kekuasaan-Allah. Orang yang memaknai Sholat-nya, harusnya tidaklah sombong, ia menjadi pribadi yang rendah hati karena dalam Sholat ia mengakui keterbatasan ilmunya, meminta ampunan, dan pertolongan kepada Allah serta mengakui kemahabesaran Allah.
Ia akan menjadi pribadi yang tenang, karena menghadap Tuhan-NYA memerlukan ketenangan agar kita bisa merasakan dan mensyukuri limpahan berkah-NYA; ketergesa-gesaan dalam beribadah tidak akan bermakna apa-apa selain penat dan keletihan.
Ia akan menjadi pribadi yang selalu hati-hati dalam bertindak, karena ia menghayati bahwa dalam sholat, kita selalu memohon untuk ditunjukan jalan yang lurus, dan tiada lah bisa kita mendapatkan hal tsb tanpa kehati-hatian dalam menimbang setiap tindakan, pikiran, ucapan dengan baik. Banyak lagi manfaat ketika kita tahu apa yang kita lantunkan dalam setiap bacaan sholat, dalam setiap keheningan yang kita lakukan dalam sholat.
Begitu juga dengan ibadah puasa. Saya sih kurang setuju dengan pandangan bahwa " Puasa itu agar kita merasakan apa yang dirasakan si miskin sehari-hari". Loh, berarti Puasa itu bukan buat universal dong, cuma buat orang mampu doang? Orang miskin gak perlu puasa dong kalau gitu, wong mereka jadi objek-nya?
Puasa ditujukan agar manusia dapat melatih emosi-nya, nafsu-nya. Entah itu nafsu ketika makan, ketika mengambil keputusan, ketika berucap ; nafsu menjauhkan kita dari sikap rendah hati, tenang, dan hati-hati dalam bertindak. Ibadah Puasa hanya akan menjadi derita bagi mereka yang menjalankannya karena dogmatis semata, karena masalah dosa-pahala. So tidak peduli miskin-kaya, semua perlu menjalankan ibadah puasa, karena toh itu buat kebaikan dirinya sendiri.
Pernah saya bertanya, kok bulan Ramadhan turunnya sekali setahun ya? Well, dalam pandangan singkat, ramadhan itu suatu event simbolitik. Ya, mungkin sifatnya simbolitis, namun ingat, bahwa manusia umumnya mudah mencerna sesuatu yang sifatnya simbolik. Ia hadir 1x dalam setahun, sebagai puncak, bagi mereka yang mudah lupa untuk mengontrol nafsunya. Namun, lagi-lagi simbol hanya sekedar simbol, kalau tidak kita teruskan, dan kita lanjutkan setelahnya. Bulan Ramadhan tidak akan ada bedanya dengan perayaan atau karnaval lainnya kalau semangat-nya habis disana saja.
Karen Armstrong menuliskan, bahwa ibadah tidak ubahnya ritual, metode-metode yang dilaksanakan secara turun-temurun untuk mempermudah manusia mengenal Tuhan-nya, dan mendekat kepada-NYA. Ibadah hanya akan menjadi ritus semata, kosong, tak berarti, membuat penat, bagi orang yang tidak tahu apa nilai yang terkandung dalam ibadah tersebut.
Semoga kita (termasuk penulis yang sedang belajar) menjadi orang yang dengan Ibadah-nya menjadi pribadi yang diinginkan oleh Allah SWT. :)
Beribadah tanpa kesadaran tidak ubahnya seperti bekerja tanpa orientasi, yang kita harapkan terbatas kepada gaji, security, tidak lebih. Ketika perusahaan tersebut tidak lagi bisa memberikan yang kita mau, kita pergi dari sana. Perumpamaan ibadah kurang lebih seperti itu. Ketika beribadah hanya ketika kita butuh saja, ia menjadi the sweet escape. Namun disaat kita sudah berkecukupan, ia hanya akan menjadi beban saja.
Manusia yang beribadah atas kesadaran memahami orientasi-nya, bahwa ibadah bukanlah hanya sekedar masalah dosa-pahala. Ibadah adalah suatu ritus yang dilakukan untuk menjadikan manusia yang memaknai hidup dengan jalan yang benar,
Umpamakan Sholat, ibadah yang kita lakukan sebagai sarana kita untuk bermeditasi, wujud syukur, dan sarana untuk mengingat kekuasaan-Allah. Orang yang memaknai Sholat-nya, harusnya tidaklah sombong, ia menjadi pribadi yang rendah hati karena dalam Sholat ia mengakui keterbatasan ilmunya, meminta ampunan, dan pertolongan kepada Allah serta mengakui kemahabesaran Allah.
Ia akan menjadi pribadi yang tenang, karena menghadap Tuhan-NYA memerlukan ketenangan agar kita bisa merasakan dan mensyukuri limpahan berkah-NYA; ketergesa-gesaan dalam beribadah tidak akan bermakna apa-apa selain penat dan keletihan.
Ia akan menjadi pribadi yang selalu hati-hati dalam bertindak, karena ia menghayati bahwa dalam sholat, kita selalu memohon untuk ditunjukan jalan yang lurus, dan tiada lah bisa kita mendapatkan hal tsb tanpa kehati-hatian dalam menimbang setiap tindakan, pikiran, ucapan dengan baik. Banyak lagi manfaat ketika kita tahu apa yang kita lantunkan dalam setiap bacaan sholat, dalam setiap keheningan yang kita lakukan dalam sholat.
Begitu juga dengan ibadah puasa. Saya sih kurang setuju dengan pandangan bahwa " Puasa itu agar kita merasakan apa yang dirasakan si miskin sehari-hari". Loh, berarti Puasa itu bukan buat universal dong, cuma buat orang mampu doang? Orang miskin gak perlu puasa dong kalau gitu, wong mereka jadi objek-nya?
Puasa ditujukan agar manusia dapat melatih emosi-nya, nafsu-nya. Entah itu nafsu ketika makan, ketika mengambil keputusan, ketika berucap ; nafsu menjauhkan kita dari sikap rendah hati, tenang, dan hati-hati dalam bertindak. Ibadah Puasa hanya akan menjadi derita bagi mereka yang menjalankannya karena dogmatis semata, karena masalah dosa-pahala. So tidak peduli miskin-kaya, semua perlu menjalankan ibadah puasa, karena toh itu buat kebaikan dirinya sendiri.
Pernah saya bertanya, kok bulan Ramadhan turunnya sekali setahun ya? Well, dalam pandangan singkat, ramadhan itu suatu event simbolitik. Ya, mungkin sifatnya simbolitis, namun ingat, bahwa manusia umumnya mudah mencerna sesuatu yang sifatnya simbolik. Ia hadir 1x dalam setahun, sebagai puncak, bagi mereka yang mudah lupa untuk mengontrol nafsunya. Namun, lagi-lagi simbol hanya sekedar simbol, kalau tidak kita teruskan, dan kita lanjutkan setelahnya. Bulan Ramadhan tidak akan ada bedanya dengan perayaan atau karnaval lainnya kalau semangat-nya habis disana saja.
Karen Armstrong menuliskan, bahwa ibadah tidak ubahnya ritual, metode-metode yang dilaksanakan secara turun-temurun untuk mempermudah manusia mengenal Tuhan-nya, dan mendekat kepada-NYA. Ibadah hanya akan menjadi ritus semata, kosong, tak berarti, membuat penat, bagi orang yang tidak tahu apa nilai yang terkandung dalam ibadah tersebut.
Semoga kita (termasuk penulis yang sedang belajar) menjadi orang yang dengan Ibadah-nya menjadi pribadi yang diinginkan oleh Allah SWT. :)
Saturday, February 23, 2013
Serba-Serbi Cinta
Hello I am back again!. Setelah dua minggu berkutat dengan kerjaan dan kerjaan, akhirnya ada waktu juga untuk menulis kembali. Tema hari ini adalah cinta. Again, i messed up with relationship thingy. The problems seemed not move from the past, communication. Namun saya tidak akan menceritakan teori komunikasi cinta (jelas gw aja gagal dalam hal ini). Di post ini cuma mw share hasil bacaan dari bukunya Om @newsplatter Cinta (Tidak) Harus Mati. Let me write it by points :
1. Cinta (Tidak) Harus Mati
Kadangkala yang namanya cinta harus mati sekali, sehingga ketika ia bisa bangkit kembali, ia tahu rasanya mati, dan berusaha untuk tidak terulang kembali. Well, that definetely true. Somebody who never fell on making relationship, will never know how is the feeling of lost. "Kematian" perasaan itu ibarat menyuruh kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan kembali akan eksistensi perasaan. Justru ini bagus, karena memberikan kesempatan kita untuk memikirkan kembali hal-hal seperti : Apa yang salah ya dari gw sehingga gw diputusin? Apa ya perlakuan yang bisa gw berikan sehingga pasangan gw bisa klop sama gw? Apa yang yang salah dari kesibukan gw selama ini?.
Pertanyaan tidak hanya tertutup pada kutukan pada diri sendiri tentunya. Kadang kita juga harus ekstrem menanyakan, hal seperti : Bener gak sih dia pasangan gw sehidup semati? (Halah), Bener gak sih gw suka dia secara real?. That's question that will surely challenge yourself to prove whether your love is real or fake. Karena ketika kita jatuh, kita akan evaluasi kegagalan kita, dan hanya yang berani berpikir yang akan menemukan jawaban untuk kemajuannya.
2. Cinta karena apa?
Yep, another shocking question. For me, it indeed really shocking for I am too afraid to think about the reason of loving someone. Miranti once ever said to me that, I am too confident to treat her to be her wife, without much thinking about the process. Well, if that so, berarti gw sebenarnya menikah karena jadwal, karena harus nikah, dan kebetulan aja dapat orang yang pas.
Cinta yang didasarkan hanya pada sebuah fungsi, -jadwal, tempat curhat, untuk pamer- will never last long. Dibutuhkan sebuah perasaan cinta yang murni, entah karena Allah, entah karena memang suka aja, ketika bertemu hati deg-deg-an, cinta karena percaya dia yang bisa membawa kita ke arah yang lebih baik. Kalo kata buku test pack, cinta yang tulus hanya akan datang ketika someone do not ask in return. Begitu juga kata Mbah Sudjiwo Tejo, cinta itu irasional, ketika kamu bisa menjelaskan alasan kamu mencintai seseorang, maka itu bukan cinta. Cinta seringkali unreasonable.
Well, itu saja sharing-sharingnya. Saya cuma pengen mengajak untuk lebih bijak dalam menghadapi hubungan. Karena berkomitmen untuk berhubungan bukan berarti hanya untuk pelengkap status saja, bukan hanya mencari legitimasi saja, berkomitmen demi cinta, dan cinta tersebut haruslah tulus.
1. Cinta (Tidak) Harus Mati
Kadangkala yang namanya cinta harus mati sekali, sehingga ketika ia bisa bangkit kembali, ia tahu rasanya mati, dan berusaha untuk tidak terulang kembali. Well, that definetely true. Somebody who never fell on making relationship, will never know how is the feeling of lost. "Kematian" perasaan itu ibarat menyuruh kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan kembali akan eksistensi perasaan. Justru ini bagus, karena memberikan kesempatan kita untuk memikirkan kembali hal-hal seperti : Apa yang salah ya dari gw sehingga gw diputusin? Apa ya perlakuan yang bisa gw berikan sehingga pasangan gw bisa klop sama gw? Apa yang yang salah dari kesibukan gw selama ini?.
Pertanyaan tidak hanya tertutup pada kutukan pada diri sendiri tentunya. Kadang kita juga harus ekstrem menanyakan, hal seperti : Bener gak sih dia pasangan gw sehidup semati? (Halah), Bener gak sih gw suka dia secara real?. That's question that will surely challenge yourself to prove whether your love is real or fake. Karena ketika kita jatuh, kita akan evaluasi kegagalan kita, dan hanya yang berani berpikir yang akan menemukan jawaban untuk kemajuannya.
2. Cinta karena apa?
Yep, another shocking question. For me, it indeed really shocking for I am too afraid to think about the reason of loving someone. Miranti once ever said to me that, I am too confident to treat her to be her wife, without much thinking about the process. Well, if that so, berarti gw sebenarnya menikah karena jadwal, karena harus nikah, dan kebetulan aja dapat orang yang pas.
Cinta yang didasarkan hanya pada sebuah fungsi, -jadwal, tempat curhat, untuk pamer- will never last long. Dibutuhkan sebuah perasaan cinta yang murni, entah karena Allah, entah karena memang suka aja, ketika bertemu hati deg-deg-an, cinta karena percaya dia yang bisa membawa kita ke arah yang lebih baik. Kalo kata buku test pack, cinta yang tulus hanya akan datang ketika someone do not ask in return. Begitu juga kata Mbah Sudjiwo Tejo, cinta itu irasional, ketika kamu bisa menjelaskan alasan kamu mencintai seseorang, maka itu bukan cinta. Cinta seringkali unreasonable.
Well, itu saja sharing-sharingnya. Saya cuma pengen mengajak untuk lebih bijak dalam menghadapi hubungan. Karena berkomitmen untuk berhubungan bukan berarti hanya untuk pelengkap status saja, bukan hanya mencari legitimasi saja, berkomitmen demi cinta, dan cinta tersebut haruslah tulus.
Saturday, February 9, 2013
Hidup yang (Lebih) Bermakna
Hidup di era saat ini, menuntut seorang manusia lebih visioner akan hidup-nya. Kenapa? Dengan semakin ketatnya kompetisi, semakin maju-nya teknologi, perubahan terjadi begitu cepat, dan ketika manusia tidak mempunyai visi akan hidup-nya maka ia akan hanyut ditelan perubahan. Manusia ber-visi ini-lah yang kemudian menjadi idaman bagi semua manusia yang mengimpikan dunia yang lebih baik, baik bagi diri-nya, dan orang lain.
Namun seringkali, visi ini diartikan secara sempit hanya terbatas kepada karir saja. Padahal, visi ini seharusnya juga diterapkan untuk keperluan ruhaniah, visi akan hubungan kita dengan Tuhan, dan keperluan batiniah, visi akan hubungan kepada sesama manusia. Manusia yang terlalu mendewakan karir-nya umumnya akan terkekang dengan jebakan self-center, menganggap bahwa diri-nya bertanggungjawab, dan bekerja hanya untuk diri-nya. Padahal, manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial, dan secara naluriah, kita ditakdirkan berpasang-pasangan. Oleh karena itu, visi lain-nya yang harus kita perhatikan adalah visi berkeluarga. Bagaimana menjadi manusia yang baik bagi pasangan, dan untuk anak-anak. Tidakah menyenangkan hidup bahagia bersama seseorang yang kita cintai, dan membesarkan keturunan yang di-diidamkan?
Membuat hidup yang (lebih) bermakna dimulai dari diri kita sendiri. Dimulai dari menciptakan visi hidup yang berimbang, antara karir, ketuhanan, dan dalam hidup berkeluarga. Apalah arti-nya karir bagus, apabila iman rusak, hubungan sesama manusia rusak? Terkadang, anda juga perlu memberikan perhatian yang lebih bagi kepentingan anda sendiri, sebelum memberikan lebih kepada orang lain.
Namun seringkali, visi ini diartikan secara sempit hanya terbatas kepada karir saja. Padahal, visi ini seharusnya juga diterapkan untuk keperluan ruhaniah, visi akan hubungan kita dengan Tuhan, dan keperluan batiniah, visi akan hubungan kepada sesama manusia. Manusia yang terlalu mendewakan karir-nya umumnya akan terkekang dengan jebakan self-center, menganggap bahwa diri-nya bertanggungjawab, dan bekerja hanya untuk diri-nya. Padahal, manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial, dan secara naluriah, kita ditakdirkan berpasang-pasangan. Oleh karena itu, visi lain-nya yang harus kita perhatikan adalah visi berkeluarga. Bagaimana menjadi manusia yang baik bagi pasangan, dan untuk anak-anak. Tidakah menyenangkan hidup bahagia bersama seseorang yang kita cintai, dan membesarkan keturunan yang di-diidamkan?
Membuat hidup yang (lebih) bermakna dimulai dari diri kita sendiri. Dimulai dari menciptakan visi hidup yang berimbang, antara karir, ketuhanan, dan dalam hidup berkeluarga. Apalah arti-nya karir bagus, apabila iman rusak, hubungan sesama manusia rusak? Terkadang, anda juga perlu memberikan perhatian yang lebih bagi kepentingan anda sendiri, sebelum memberikan lebih kepada orang lain.
Friday, February 8, 2013
Menata Ulang
Have you ever feel that you're running to fast, until you found out, you lost? Ketika kita berlari begitu cepat, tanpa berpikir tahu akan kemana, we will absolutely lost. Lumrah bagi manusia berpikir akan ambisi-nya, prestasi, dan pencapaiannya. Tapi, di sisi lain, kita harus menyadari bahwa banyak hal yang harus kita juga perhatikan di-sekitar kita, teman terdekat, keluarga, masa santai. Karena-nya, when you feel lost, stop for a while, and re-think where you will gonna go. Terutama buat anak muda yang penuh ambisi, cobalah mengerti lingkungan sekitar-mu. What's good when you feel good for yourself, but you ignore many things surround you?. Kadang, pengedepanan rasionalitas will make us greed, kita juga harus berlatih mengambil keputusan berdasarkan hati.
Egois
Kata egois berasal dari dua suku kata, ego, dan ism. Ego artinya emosional, mementingkan diri sendiri, dan ism artinya sebuah kondisi, dan keadaan. Egois biasa kita gunakan untuk mengatakan seseorang yang hanya peduli pada diri-nya sendiri tanpa berpikir apa yang dirasakan orang lain. Namun, secara kontekstual memahami kata "egois" ini tidak semudah yang dibayangkan. Ambil contoh A, dia adalah orang yang sibuk, punya acara namanya B. Ketika B mengeluhkan akan kesibukannya, A merasa B egois. Namun sebaliknya B yang merasa A yang egois karena merasa, ketika ditinggal sibuk ia akan baik-baik saja. Mana yang benar? Kebenaran ada pada kepercayaan masing-masing orang, but there must be a real truth. Pada kasus ini, saya merasa bahwa A-lah yang egois. Kenapa? Karena ketika A dan B mengikat hubungan, maka ketika itu pula A dan B sudah tau konsekuensi masing-masing, bahwa mengikat hubungan means shared care, and feelings. Jadi wajar dong kalo B merasa di A egois karena tidak menunaikan kewajibannya? Simple saja ketika anda beli pake televisi berbayar, terus karena sering hujan, terus tayangan-nya hilang, wajar dong kalo anda komplain? Begitulah.
To conclude, egois bukan hanya berarti memandang bahwa anda mementingkan diri anda sendiri, namun juga bahwa apakah anda juga telah mementingkan diri anda sendiri dan melanggar sebuah kontrak, baik implisit dan explisit yang anda buat?. Jadi, hati-hati lah dalam menyikapinya.
To conclude, egois bukan hanya berarti memandang bahwa anda mementingkan diri anda sendiri, namun juga bahwa apakah anda juga telah mementingkan diri anda sendiri dan melanggar sebuah kontrak, baik implisit dan explisit yang anda buat?. Jadi, hati-hati lah dalam menyikapinya.
Friday, November 23, 2012
Poor Economics Resume Chapter 4 : Top of The Class
Hello fellas. It's been a week since my last update. Yeah, i am quite busy on lot stuffs, so i just got time to write on friday night. Okay, i will continue my resume about Poor Economics book, continuing to chapter 4, which discuss about education.I found this topic is another mind-blowing chapter, since it provides you not only with explanation that we have know before, rather it elaborate what research had told in a micro context.
It starts the chapter by explaining what makes poor people simply do not have good educational record. As we all know, the poorer you are, the less year you spend on formal school. It's because you have low budget to enroll your children in your school. Government need to take policy to encourage poor people to enroll their children to school. Basically there are many programs provided by government all over world to help poor people, such as Conditional Cash Transfer (CCT) in Mexico, Bolsa Familia in Brazil, etc. This program assist the family to enroll their children to school; in return, they will be given some amount of money to cover cost for tution fee. It is expected that, poor will have incentives to enroll their children to school. Indonesia was once mentioned in this book for INPRES program. INPRES or Instruksi Presiden is a program in which many schools are build in rural area to increase education accessibility for people in remote area.
The problems is not yet solved. Enrolling children to school is one question. But how could we make them learn something in school is another question. Children comes from poor families tend to have lower result than its peer. There are many ways to explain these, from lower IQ, lack of encouraging from family, and boredom. Children comes from poor families, tend to have less IQ, for they are feed with less-micronutrients food. It also related with their motivation and brain capacity to process lot information. Another reason is lack of encouragement from family. Poor parents, in may times, often undermine their children ability to succeed in school, thus, lowering children motivation. Parents support, based on research, are know for the important aspect of children success in school. Last, boredom. Poor children will enroll in a public school, where the tuition fee are quite low. Yet, it seemed that cost and quality are positively related. At some public schools, teacher often can not deliver the materials well. In addition, they seldom try to cope to assist children who need further assistance to understand the materials.
Then, what can we do? Author put emphasize on how we need to re-engineer our educational system. We need to courage the parents to enroll their children in schools, as well to support them. We can do it by simply inform the parents that children with more years spent in school have higher chance to obtain more income. Incentives need to be designed to make parents believe on economical value of education its self. Another program that can be delivered is to tailored system. We need to focus on what they are good at, and develop it. It is proved that this system can reduce boredom in class, as well as increase children participation during the class.
It starts the chapter by explaining what makes poor people simply do not have good educational record. As we all know, the poorer you are, the less year you spend on formal school. It's because you have low budget to enroll your children in your school. Government need to take policy to encourage poor people to enroll their children to school. Basically there are many programs provided by government all over world to help poor people, such as Conditional Cash Transfer (CCT) in Mexico, Bolsa Familia in Brazil, etc. This program assist the family to enroll their children to school; in return, they will be given some amount of money to cover cost for tution fee. It is expected that, poor will have incentives to enroll their children to school. Indonesia was once mentioned in this book for INPRES program. INPRES or Instruksi Presiden is a program in which many schools are build in rural area to increase education accessibility for people in remote area.
The problems is not yet solved. Enrolling children to school is one question. But how could we make them learn something in school is another question. Children comes from poor families tend to have lower result than its peer. There are many ways to explain these, from lower IQ, lack of encouraging from family, and boredom. Children comes from poor families, tend to have less IQ, for they are feed with less-micronutrients food. It also related with their motivation and brain capacity to process lot information. Another reason is lack of encouragement from family. Poor parents, in may times, often undermine their children ability to succeed in school, thus, lowering children motivation. Parents support, based on research, are know for the important aspect of children success in school. Last, boredom. Poor children will enroll in a public school, where the tuition fee are quite low. Yet, it seemed that cost and quality are positively related. At some public schools, teacher often can not deliver the materials well. In addition, they seldom try to cope to assist children who need further assistance to understand the materials.
Then, what can we do? Author put emphasize on how we need to re-engineer our educational system. We need to courage the parents to enroll their children in schools, as well to support them. We can do it by simply inform the parents that children with more years spent in school have higher chance to obtain more income. Incentives need to be designed to make parents believe on economical value of education its self. Another program that can be delivered is to tailored system. We need to focus on what they are good at, and develop it. It is proved that this system can reduce boredom in class, as well as increase children participation during the class.
Subscribe to:
Posts (Atom)