Pages

Wednesday, January 12, 2011

Merevitalisasi Sikap Toleransi Bermasyarakat di Indonesia



Indonesia, sebuah negara dengan anugerah keanekaragaman yang luar biasa. Tidak hanya keanekaragaman hayati, namun juga sosio-kultural masyarakatnya. Membentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki ribuan etnis suku bangsa tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut situs Jawapos Online, yang dilansir oleh BPS, Indonesia memiliki sekitar 1,128 suku bangsa (JawaPosOnline,Februari 2010).

Indonesia juga dikenal dunia sebagai negara yang plural, dimana terdapat lima kerpecayaan yang berbeda yang dianut dan diakui dalam sistem kemasyarakatan Indonesia. Tidak heran, Indonesia seringkali disebut sebagai salah satu contoh negara yang menjadi teladan pluralitas yang baik di dunia.

Namun, apresiasi tinggi tersebut belum tepat disematkan, apabila melihat kenyataandi masyarakat yang jauh panggang dari api. Hasil penelitian Wahid Institute pada tahun 2010 melaporkan 63 tindakan penyerangan, atau pelanggaran kebebasan umat beragama. Adapun kasus terbanyak disumbangkan oleh kegiatan pembatasan kegiatan peribadatan, dan pelarangan/pemaksaan berkeyakinan, masing-masing 19 dan 25 kasus.

Tindakan lain yang juga dapat mencederai kerukunan masyarakat adalah terorisme yang mengatasnamakan etnis, ataupun agama tertentu. Masih segar diingatan kita atas pemboman yang dilakukan di hotel Ritz-Carlton,JW Marriot, ataupun Bali. Ironisnya, tindakan terorisme ini justru membawa embel-embel sekelompok kaum tertentu yang terkesan merepresentasikan umat, padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian.

Akibat dari peristiwa tersebut sangatlah jelas; angka kunjungan pariwisata asing menurun, kepercayaan pihak asing terhadap kredibilitas Indonesia memudar, maupun munculnya atribusi masyarakat dunia akan Indonesia sebagai negara yang intolerir.

Kedepan, kita tentunya berharap akan banyak perubahan atas paradigma masyarakat Indonesia dalam memandang toleransi antar etnis, ataupun antar umat beragama. Sudah saatnya kita membuang skeptisisme terhadap kaum yang berbeda dari kita. Mewujudkan kebersamaan dalam keberagaman kiranya menjadi kunci bagi Indonesia untuk dapat menciptakan keamanan dan kedamaian di dalam masyarakat.

Sikap toleransi juga dapat membuka paradigma berpikir yang selama ini tertutup. Masih banyak diantara masyarakat kita yang belum mau membuka diri terhadap ilmu pengetahuan, teknologi yang bukan berasal dari kebudayaan mereka. Padahal, tentunya tidak semua hal yang baru itu buruk. Ketika sikap toleransi mulai dipupuk, begitu juga dengan keterbukaan masyarakat kita akan hal baru diluar lingkungan mereka, untuk kemudian diambil manfaatnya.

Untuk dapat mewujudkan kerukunan semacam itu, menurut John L.Esposito, pakar teologi George Washington University, dalam buku terbarunya Masa Depan Islam, dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode edukatif. Di bangku sekolah dasar, kita belajar PPKN, apa itu toleransi umat beragama, apa pentingnya, dan bagaimana mewujudkannya. Pendidikan tersebut harus kembali dihidupkan sedari dini agar anak-anak dapat lebih ditekankan akan pentingnya sikap tenggang rasa dan manfaatnya kelak didalam bermasyarakat.

Selain itu, diskusi-diskusi antara pemuka agama, pengambil kebijakan dan masyarakat juga harus ditingkatkan. RUU Kerukukan Umat Beragama yang direncakan di tahun ini, harus segera dibahas, dalam penjaminan kebebasan umat beragama, Masyarakat juga perlu terus diberi pencerdasan mengenai pentingnya kerukunan umat beragama dalam menciptakan keamanan dan kedamaian bersama. Bersama-sama, di tahun 2011 ini, tidak peduli berbeda warna kulit, etnis, ataupun agama, kita hidupkan kembali semangat persatuan dan berkebangsaan, demi kemajuan bangsa yang lebih baik.

2 komentar:

  1. Coba lo pikir,del. Di daerah (di Indonesia) mana kaum muslim pernah bertikai dengan kaum nonmuslim ? Atau di daerah mana pertikaian tsb paling sering terjadi. Dari situ, barulah kita kemudian bisa mendapatkan fakta : faktor apa yang menjadi akar masalah intoleransi tsb.

    Dalam pandangan pribadi gw, posisi mayoritas yang dimiliki umat Islam itulah yang tanpa disadari membentuk pola pikir masyarakat Indonesia bahwa Islamlah yang berhak atas kekuasaan, dimana terkadang hak tersebut diartikan berlebihan, sebagai sesuatu yang "absolut". Contoh : Zaman (alm) Soeharto presiden harus WNI dan beragama Islam. Meskipun sebenarnya aturan ini dibuat untuk melanggengkan kekuasaan dan mematikan kesempatan berpolitik.

    Sulit untuk menerapkan sikap toleransi selama suatu masyarakat golongan/agama tertentu punya 'aturan tak tertulis khusus' dengan alasan :
    "Kami yang mayoritas!"

    Soal pendidikan,apalagi di sekolah2 di daerah-daerah yang jauh dari peradaban dan keanekaragaman agama, gw melihat anak-anak muslim dididik steril, bukan imun terhadap perbedaan dengan agama lain. Mereka diajarkan menolak perbedaan, bukan diajarkan menyikapi perbedaan. Contoh : "Kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh siswa nonmuslim kurang disukai, siswa muslim dinilai lebih tepat memimpin doa tsb"

    Kalau berani mengatakan : Menjunjung Tinggi Toleransi, coba pemerintah mengangkat menteri agama yang bukan beragama islam. Gw yakin ga ada rezim yang sanggup...

    -Supi-

    ReplyDelete
  2. gini cup, gw tidak menolak akan pandangan bahwa se-plural apapun seorang manusia, ia akan punya suatu pandangan tersendiri. yang gw lihat adalah cup, bahwa sikap toleransi ini perlu terus dikembangkan.

    Karena kita memiliki UU yang mengatur kebebasan beragama, dimana tiap warga negara berhak memeluk agamanya masing-masing. Tentunya, misal sebagai umat Islam, kita ingin melihat umat masuk ke agama kita, tentu sebagai umat Islam kita meyakini agama kita yang paling benar. Itu tidak salah, yang salah ada bagaimana cara kita membentuk sikap tersebut.

    Sebagai muslim yang kaffah, tiada salahnya kita melakukan pengajian di surau, punya acara pesantren, cuma di beberapa tempat, jangan paksakan itu. Begitu pula dengan kebebasan beragama, bebas beribadat, asal memang tidak liar.

    Masalah lainnya adalah, terlalu banyak segreasi dan group di dalam masyarakat. Bagai air dan api, kita sering sekali skeptis terhadap umat yang bukan berasal dari kita. Gw ada cuplikan puisi yang bagus :
    "Jangan salahkan Yahudi"
    "Tapi salahkan yahudi yang berbuat kejam"
    "Jangan salahkan pemeluk agama yang berbeda dari kita"
    Tapi salahkan pemeluk agama yang berbeda dari kita yang membuat kita rusuh"

    Wallahualam cup, semoga kita bisa terus menjaga keimanan kita, dan memupuk sikap toleransi.

    ReplyDelete