Saya  dihentakkan saat membaca sebuah kolom di harian Sindo, Kamis 25  Februari 2010. Millis, seorang entrepreneur muda asal  Inggris berusia 26 tahun, mencatatakan keuntungan miliaran rupiah dari  menjual kacamata. Saya berpikir, bagaimana bisa dengan hanya menjual  kacamata bisa meraup keuntungan mencapai miliaran rupiah? Millis  menggunakan metode internet marketing, menjual kacamata via online,  yang memberi harga murah bagi kacamata (di Inggris harga kacamata sangat  mahal). Ya, kemampuan berinovasi dan pemanfaatan teknologi yang  dikombinasikan Danny adalah kunci meraup mega profit dari bisnis  kacamata tersebut.
Apa  yang diwacanakan diatas menyadarkan kita akan fungsi teknologi di era  sekarang. Di era globalisasi saat ini, peran teknologi menjadi sangat  vital. Negara yang mampu memproduksi dan menguasai alat-alat yang  menciptakan efisiensi kerja manusia akan memimpin arus perekonomian  global. Pemerintah di negara maju sadar bahwa kebutuhan akan teknologi  telah bergeser dari kebutuhan tersier menjadi sekunder bahkan primer.  Pergeseran ini melecut negara maju menggencarkan kegiatan riset dan  pendanaan bagi para innovator, dari kalangan akademis  untuk menciptakan teknologi-teknologi mutkahir. Alhasil technopreneur  seperti Bill Gates, Michael Dell, Mark Zuckerberg terus bermunculan  silih berganti.
Kontras  terjadi di Indonesia. Belum banyak para techopreneur handal  yang lahir di bumi pertiwi Indonesia. Salah satu contoh yang pantas  diacungkan jempol adalah Arifin Panigoro, pemimpin PT.Medco Group.  Arifin mengungkapkan, salah satu ukuran kualitas  seorang wirausaha dalam ekonomi baru adalah kemampuannya memanfaatkan  pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan nilai dan membangun daya  saing (Sindo : 24 Januari 2010). Pernyataan Arifin sejalan dengan  pemikiran tokoh ekonomi Schumpeter, yang mengungkapkan faktor inovasi  enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pemaknaan techopreneur sesuai yang digagas oleh Arifin Panigoro  adalah penciptaan usaha dengan menginternalisasikan unsur teknologi dan  inovasi secara kontiniu dalam lini usaha. 
Namun, mencetak  generasi muda inovatif untuk ditempa menjadi seorang techopreneur  tidaklah mudah. Terdapat beberapa program yang dapat ditempuh  pemerintah : Pertama, pemerintah, melalui Kementrian Riset dan Teknologi  sekiranya dapat membentuk pusat pengembangan technopreneurship,  yang digunakan untuk penempaan jiwa wirausaha dan pengembangan  teknologi. Kedua, keran-keran pendanaan harus mulai dicari oleh  pemerintah yang akan memotivasi para researcher dan innovators secara aktif menciptakan usaha dengan basis  teknologi dalam skala masif. 
Yang  tidak kalah penting adalah proses adopsi pembelajaran yang practical  based, alih-alih teoritical based yang umum  digunakan di berbagai instansi pendidikan. Penciptaan metode active  learning, pengejawantahan teori dalam bentuk praktikum, diharapkan  mampu mewadahi ide-ide kreatif siswa dan menghasilkan output  berupa hardskills dan softskills.  Para siswa juga dibekali dengan metode problem-based ,  mensimulasikan kondisi real-time yang akan melatih  kemampuan berpikir dan kemandirian saat menghadapi masalah-masalah di  dunia nyata. Kombinasi skills seorang praktisi dan jiwa  wirausaha yang kuat akan membentuk techopreneurs yang  handal dan siap berkompetisi secara global kedepannya. 
 
 
 
 


 

0 komentar:
Post a Comment