Pages

Monday, March 15, 2010

Mereduksi Alienansi : Jangan sempitkan pemikiran dan pembelajaran hanya pada satu koridor saja!

Mendengar kata alienansi, membuat kita berpikir makhluk luar angkasa? UFO? Planet lain?, tentu tidak. Alienansi adalah sebuah kondisi yang mencerminkan keterasingan seorang manusia terhadap fokus lain diluar kompetensinya. Ibaratnya, seorang manager tidak memiliki ketertarikan terhadap studi psikologi, atau seorang politikus tidak tertarik belajar mengenai teknologi. Ada baiknya ketika kita membuat sebuah fokus pembelajaran;membuat kita mahir dalam sebuah konsentrasi. Toh, dalam ekonomi juga dibuat permodelan ”asumsi”, mentiadakan faktor lain dengan tujuan membuat permodelan kita dapat dibuat. Dewasa ini pun, kotak-kotak kecil konsentrasi memunculkan orang-orang yang benar-benar mahir dalam bidangnya, manager, akuntan, politikus, dokter, dan lain-lain. Namun, kotak-kotak kecil tersebut membuat pola interaksi yang ”diasumsikan” tidak ada, berbenturan, terdispersi dan munculah konflik. Tidak ada kesinambungan antara tiap konsentrasi. Syahdan, kita lihat saat sekaran ketika ekonom sibuk membahas krisis ekonomi Indonesia 2008. Kubu-kubu ekonom saling bertarung melalui dua paham besar, kaum pro-psikologi pasar dan kamu kontra psikologi pasar.


Para ekonom kontra psikologi pasar menolak memasukan variable kualitatif tersebut dalam permodelan penentuan resiko sistemik bank, sehingga munculah perdebatan panjang dengan pemerintah yang pro-psikologi pasar yang memaparkan aspek psikologi pasar dalam proses penetapan resiko sistemik sebuah institusi keuangan. Diatas adalah contoh simpel betapa disiplin ilmu saling berinteraksi dan saling meniadakan. Apalagi ketika kita berbicara tataran ilmu sosial-humaniora, yang memiliki pola keterikatan yang erat, semua disiplin saling berisian, satu mempengaruhi yang lain.


Oleh karena itu, jangan menutup diri atas pembelajaran hal-hal baru, meski sejatinya tidak mempunyai korelasi dengan disiplin yang kita ambil. Alienansi, kondisi terkukungnya manusia dari variabel-variabel yang diasumsikan konstan bukanlah kebiasaan bangsa maju yang dibiasakan. Nabi Muhammad mengatakan ” tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”. Umberto Eco, sang esais terkenal asal Italia menjelaskan ”ketika kau berkunjung ke perpustakaan pribadi ku, terdapat 30,000 buku didalamnya, tiada yang tidak terpesona, namun dalam ruang pikiranku adalah pengetahuan diluar 30,000 buku ini, yang menjadi teka-teki belahan pikiran yang belum terbuka”. Gagasan Umberto Eco ini disebut Umberto Eco Anti-Library. Manusia seing kali puas dengan bacaan yang telah ia baca, namun tidak berpikir bagaimana pengetahuan yang ia miliki sejatinya kecil dibanding jutaan buku yang belum ia baca, dan belum masuk dalam rumus-rumus, grafik, teori yang pernah ia ciptakan.


Gagasan Umberto Eco benar-benar mennyentil manusia untuk tidak pernah berhenti belajar. Mempelahari multidispilin ilmu adalah benar;mengkotakan diri dalam satu pemahaman teori hanya akan membuat manusia egois atas standpoint-nya yang belum tentu sepenuhnya benar. Saya tidak berkata bahwa manusia harus menguasai seluruh disiplin ilmu dengan sempurna, tentu tidak, tiada manusia yang mampu secara sempurna membagi kapasitas otaknya untuk menyerap semua multidisiplin ilmu. Yang saya tekankan adalah bagaimana manusia memperkaya dirinya dengan berbagai macam perspektif ilmu, sehingga pada akhirnya ia bisa membuat inferensi dimana ia akan tegak, dan dengan multiperspektif ia akan bisa menciptakan sebuah gagasan yang merupakan intisari dari ilmu-ilmu yang ia dapat.

”Membaca adalah sumber ilmu, ilmu akan membuat kita bijak dalam menjalani kehidupan, kebijaksanaan akan membuat kita menghargai kehidupan di dunia dan akhirat dengan lebih baik lagi


Wassalamualaikum...

0 komentar:

Post a Comment