Pages

Sunday, March 14, 2010

REORIENTASI ETIKA DEMONSTRASI

Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan yang sempurna dan diberikan amanah menjadi khalifah di muka Bumi ini. Manusia diberikan berkah kemampuan berpikir, hati nurani, dan nilai-nilai etika yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya. Ketika manusia tidak lagi menyunjung nilai-nilai kedamaian, keadilan, dan norma-norma kehidupan, kita tiada beda dengan hewan. Ketika sikap etis di masyarakat tidak lagi dijunjung, maka manusia sedang berada di luar lintasan hakekat hidupnya.

Apa yang dipertontonkan oleh para demonstran, tidak ubahnya segerumunan hewan yang sedang mengamuk. Merusak fasilitas umum, membakar ban bekas, memancing baku hantam dengan oknum polisi, dsb adalah bentuk tindakan tidak bertanggungjawab. Anarkisme adalah bentuk daripada moral fallacy, kondisi dimana moral manusia mengalami proses degradasi. Ketika seseorang bersikap apatis terhadap kerusakan yang ditimbulkannya, seorang dikatakan mengalami degradasi moral. Degradasi moral terjadi saat etika tidak lagi dipedulikan sebagai fondasi kehidupan, mengakibatkan manusia tidak lagi mengerti mana hitam dan putih; mereka hanya peduli atas pemuasan nafsu pribadi. Degradasi moral inilah yang pada akhirnya membuat anarkisme dibenarkan, meski secara etika salah. Bentuk pembenaran inilah yang harus diubah ; anarkisme hanya akan membawa petaka pada masa depan pergerakan reformis di Indonesia.

Untuk memberantas anarkisme diperlukan reorientasi, penamanam etika berdemonstrasi. Diperlukan aksi pencerdasan untuk mengedukasi masyarakat untuk anti-anarkis. Menanamkan nilai tenggangrasa, menjunjung tinggi keadilan, dan etika berpendapat. Terdapat hal-hal mendasar yang perlu diingat: Pertama, demonstrasi hendaknya tidak menimbulkan keresahan bagi sekitar. Perlu adanya penanaman nilai tenggang-rasa, bahwa demonstrasi seyognyanya tetap memperhatikan ketentraman umum. Kedua, demonstrasi hendaknya menjauhi aksi yang mengarah kepada perilaku anarkis. Demonstran bukanlah petinju, yang berdemonstrasi untuk unjuk kekuatan. Kita harus kembali mengingat bahwa tujuan demonstrasi adalah sebagai sarana menyampaikan pendapat. Sampaikanlah dengan damai, dengan cara yang elegan.

Tidak hanya menyangkut anarkisme, hal lain yang perlu dikritisi adalah objektivitas isu yang diangkat dalam demonstrasi. Sering kali isu yang diangkat tidak objektif, dan dengan kata-kata yang tidak pantas. Demonstrasi hendaknya tidaklah menjadi panggung mempertunjukkan kekuatan, ataupun kolektivisme parsial. Demonstrasi harfiahnya menjadi alat untuk mengusung objektivitas dalam koridor fungsi pengawan .

Demonstrasi sudah mengawal pemerintahan di negara ini berpuluh-puluh tahun lamanya. Ingatlah, di tahun 1966 dan 1998, demonstran dapat memberikan perubahan positif bagi bangsa ini melalui suara-suara mereka, dan tegakah kita mendustai hakekat perjuangan tersebut dengan mencemarinya dengan aksi pembodohan ini? apakah kita akan membiarkannya tercemar oleh sikap anarkisme?. Jangan biarkan hakekat demonstrasi dirusak oleh tangan-tangan “kotor” yang ingin merusak semangat pergerakan melalui sususpan anarkisme. Inilah tugas kita bersama untuk mengembalikan hakekat demonstrasi, sehingga peran demonstrasi sebagai bentuk kontrol pemerintahan dapat berjalan dengan baik.

Hidup Mahasiswa!



0 komentar:

Post a Comment