Pages

Sunday, September 5, 2010

Mewujudkan Sistem Ketenagakerjaan yang Kondusif


Demonstrasi Buruh : Semakin Gencar


"We need the same policy decisiveness that saved banks now applied to save and create jobs and livelihoods of people.”
Juan Somavia, ILO Director-General,

Setiap hari, berita ekonomi di berbagai surat kabar berita mengenai tingkat inflasi, tingkat investasi, pengelolaan hutang, BI Rate, nilai tukar, dan berbagai indikator keuangan silih berganti. Mencermati indikator keuangan makro penting adanya dalam menjaga keseimbangan perekonomian Indonesia. Namun, kepedulian pemerintah terhadap sektor keuangan makro belum seimbang dengan aspek perekonmian lainnya, seperti isu ketenagakerjaan, perbaikan infrastuktur transportasi bagi industri, penciptaan persaingan usaha yang sehat, dan semacamnya. Padahal indikator tersebut tidak kalah penting dibandingkan dengan indikator keuangan makro.

Perhatian yang khusus penulis tekankan kepada isu ketenagakerjaan. Jumlah tingkat pengangguran menurut laporan BPS per Agustus 2009 adalah 7,41%. Bila dilihat secara persentase, trend angka pengangguran sudah menunjukan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya yang masih berada diatas 8%.

Sekilas tingkat pengangguran memang menujukan trend penurunan.. Namun, hal tersebut belum dibarengi dengan perbaikan sistem ketenagakerjaan dan kesejahteraan tenaga kerja. Argumen tersebut didasarkan atas 3 poin. Pertama, nilai Upah Minimum Provinsi yang secara rata berada dibawah tingkat biaya kebutuhan hidup layak secara rata-rata di seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini disebabkan tingkat penyusaian UMP yang tidak sejalan dengan tingkat pertumbuhan kebutuhan hidup tahunan.

Kedua, masih tingginya angka tenaga kerja tidak terdidik. Dominannya tenaga kerja yang tidak terdidik di Indonesia berimbas terhadap rendahnya pertumbuhan tingkat produktifitas tenaga kerja di Indonesia yang hanya berkisar 4%, tertinggal di banding China 11,1%, Singapura 4,1% dan India 5,4%.

Ketiga, buruknya pengelolaan hubungan antara perusahaan dan tenaga kerja, atau yang dikenal dengan hubungan industrial. Menurut laporan BAPPENAS 2005, buruknya pengolaan hubungan kerja merupakan salah satu penyebab mandeknya investasi asing masuk ke Indonesia.

Perbaikan sistem ketenagakerjaan merupakan PR bagi pemerintah kedepan. Menciptakan sistem ketenagakerjaan yang kondusif jangan hanya berfokus terhadap target menurunkan angka pengangguran, namun juga lebih jauh kepada perbaikan tingkat kejahteraan pekerja. Sekiranya terdapat empat hal yang menjadi tantangan pemerintah kedepannya : Pertama, penciptaan tenaga kerja terdidik melalui skema pendidikan formal di sekolah dan program penciptaan wirausaha muda. Kedua, meninjau kembali kelayakan standar upah minimum di sebuah propinsi dengan tingkat biaya kebutuhan hidup layak di semua provinsi.

Ketiga, meninjau dan mengatur kembali UU Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003, terkait pengaturan perihal kerja kontrak, dan outsourcing, pengupahan, penyelesaian perkara hubungan kerja, dan pemutusan hubungan kerja. Keempat, menyelesaikan pembahasan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang didalamnya termasuk sistem jaminan bagi pekerja.

Perbaikan sistem ketenagakerjaan tidak hanya memberikan manfaat lebih bagi kesejahteraan hidup pekerja, namun juga memberikan dampak langsung bagi akselerasi produktivitas perekonomian Indonesia. Sudah saatnya pemerintah memenuhi slogan “pro poor, pro growth dan pro job” yang diumbar pada awal masa pemerintahan. Jangan sampai slogan tersbeut hanya sekedar wacana pencitraan semata.


0 komentar:

Post a Comment